Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2022

#selintas desir

Berdesir sih tapi yasudahlah. - @cyraflame Ada raut senang yang bercahaya, ada sedikit kikuk sekaligus canggung, tapi kentara rona bahagia di hadapannya. "Sudah lama? Uhm, di sininya lama?" "Ngga, baru kemarin.." "Sudah kemana aja, lama kita ga ketemu sih, ya.." "Tadi ke atas bentar, trus mampir ke sini, ke kamu.." "Atas?" "Klangon.." "Eh, gila kamu.." Kedua telapak tangannya seperti otomatis menutup mulutnya yang setengah terbuka.. Sejenak Air menikmati pemandangan di hadapannya, wajah yang merona merah dan mata yang terlihat lebih melebar dari biasanya, seandainya saja.. Tapi cepat-cepat pula ia menggelengkan kepalanya, sebelum bayangan yang muncul ke permukaan semakin merajalela. "Kenapa kamu?" Bumi mengernyitkan dahinya. "Eh, masuk dulu. Bentar aku buatkan minum ya.." "Aku di sini saja.." Begitu saja jawabannya, sembari duduk di kursi bambu di sudut kiri rumah, di samping sansievera

#selintas Bumi

Jika ada bagian bumi lainnya~ @cyraflame \ .. beberapa menit menuju tujuh pagi masih terasa dingin, sepanjang jalan kaliurang tapinya sudah cukup ramai, sepeda dikayuhnya pelan-pelan, sembari menghirup udara dengan selapang-lapangnya, sepuas-puasnya, rasanya seperti tidak ada kosa kata dalam hidup jikalau sudah begitu.. rasanya baru kemarin, perjalanan menuju tepi biru selatan itu dikejarnya bersama Bumi , diam-diam Air menghitung waktu yang sudah terlewat, yang sudah tak bisa diputar ulang lagi.  Tetapi pagi hari itu mengantarkannya ke arah utara, tempat Bumi berpijak sekarang.   Sebelum memutar pedal, sempat-sempatnya dia mengirim pesan, tanpa berharap apa-apa, bahkan sekedar balasan, keberanian untuk mengetik pesan pun harus dikumpulkan sekuat tenaga rasanya, tapi akhirnya terkirim juga.  Tentang kemungkinan singgah di kediaman Bumi.. Di kilometer lima, getar pesan masuk terasa.  Perjalanan dihentikan sementara, sambil bernaung sejenak di pinggir jalan, di bawah Artocarpus heterophy

kisah #34

 ..toko buku itu masih seperti dulu, walau sedikit menyempit areanya, bergegas mampir ke situ, sebagai transit ke tempat janji ketemu semula, setelah acara yang diikuti sedari pagi sampai lewat tengah hari itu usai.  Tersenyum sendiri teringat protes dari gadis yang katanya sedang bersiap-siap itu, beberapa menit yang lalu.. "kok, baru aja kasih kabar?" "maksudnya? kan .." "harusnya satu jam sebelum acara usai, kasih kabar, biar aku bisa siap-siap..." "kan, aku belum tau selesainya jam berapa." "eh, gitu ya, hehe maaf.  iya deh aku siap-siap, empatpuluh menit deh.." "kamu nanti dari arah mana?" "dari barat, aku sambil nunggu mampir toko buku, kok.." tigabelas menit menyusuri lorong toko buku, yang dicarinya tidak ada, malah misuh-misuh melihat jajaran komik yang harganya naik dua kali lipat sejak terakhir dia cek beberapa tahun silam, sampai akhirnya memutuskan keluar ke parkiran, kembali naik motor, ke tempat yang c

debian lagi

.. entah sejak kapan komputer di kantor yang ini terakhir disentuh, setelah sekali dibuka, jendelanya rusak. Untunglah, ada pengalihan fokus sedikit, ada yang diutak atik.  Tentu saja debian jadi pilihan. Debian, OS yang stabil, terbaik namun punya sejarah yang so sweet dan tragis.  Lupa awalnya pake versi 10 kalo tidak salah, tapi error tak bisa masuk di proses awal, mungkin gara-gara isi  installer tidak lengkap.  Itu bikin dari ISO di leptop lama, pake rufus di flashdisk .  Akhirnya dengan berat hati mencoba instal Ubuntu 20.  Tapi apadaya berat sekali loading nya.  Cukup rakus memangsa RAM sepertinya, mungkin demikian.  Sudahlah mengesalkan jadinya. Sambil mengingat-ingat memori... memutuskan untuk download  ISO lagi saja lah.  Versi terbaru, debian 11, bullseye. 2,5 Gb. Itu langsung dipasang kemarin sesampai kantor, seharian itu saja.  Tapi ada saja kendalanya.  Wifi tidak terdeteksi, gugling sana sini.  Menemukan petunjul bahwa harus instal firmware  tambahan. Namanya firmware-

kisah #437

Ada beberapa hal yang akhirnya terungkap, setelah sekian lama, sangat lama, waktu yang tak terduga, tak terjeda.. Sebuah tempat yang sebenarnya biasa, sangat biasa bagi orang-orang yang tidak pernah mereka kenal, dan orang-orang itu seperti tidak ada di sekeliling mereka, menghilang begitu saja.  Sementara telapak tangan membeku sekaligus menghangat tak karuan, makanan yang dibawa pun sudah hilang selera, apa yang seharusnya menghibur di depan mata, tidaklah lagi penting.  Fokus hilang entah kemana. Tapi sayang, waktu hanyalah singkat, pergantian hari sudah tiba dan berhasil memaksa memotong segala cahaya, yang muncul saat segala protesmu pada dunia berpendar begitu dewasa. Untungnya selalu ada waktu untuk kembali.  Suatu saat nanti, mungkin menginjakkan kaki di semilir angin tepi laut, seperti yang sering dibayangkannya.  Bukankah waktu tak akan pernah akan menjadi dekat, jika hanya diam tak bergerak. Tunggulah tunggu.  Sampai suatu waktu, semua kembali melabur satu-satu.. "Hop..