Tadi sore melihat anak kecil, kecil sekali, seorang balita yang berdiri di depan, antara setang dan duduk ibunya di motor metik. Entah kenapa ingatanku kembali ke masa dulu, mungkin saat SD, berdiri dalam posisi demikian, tapi di atas skuter, Vespa punya paman, saat beliau masih pedekate dengan acil (bibi) di rumah nini (nenek). Ketiga orang yang saya sebut barusan sudah almarhum semua. Rumah nini itu sewaktu di selatan jalan, di samping huller alias penggilingan padi, tempat paman satunya bekerja di sana sejak lama, pamanku yang tuna rungu tapi baik hati, suka membagi uang, terutama saat beliau menang undian buntut, sebutan untuk kupon putih jaman dulu. Di depan rumah nini ada beberapa pohon jeruk bali yang subur dan berbuah sepanjang tahun, jeruk bali yang bulirnya berwarna putih kekuningan, bukan yang merah. Rumah nini tentu saja panggung dan terbuat dari kayu seluruhnya. Di belakang rumah nini ada rumah paman utat, pemain gendang orkes dangdut yang aku kagumi. Di samping barat