Langsung ke konten utama

Kawan-kawan Baik di Masa Lalu

 Kadang merasa beruntung, ada saja ketemu kawan-kawan di tiap fase kehidupan, yang syukurnya sifat mereka adalah antitesis dari sifatku yang suka emosi ga jelas.  Misal saat SD aku yang suka berantem sama Hadi, kawan sebangku, akhirnya tak cocok dan tak sengaja jadi pindah sebangku dengan Sayuti di kelas 4 rasanya, Sayuti ini telinganya congekan, tapi pemberani dan baik hati, entah dimana dia sekarang.  Orangnya juga sabar dan tak pernah protes dengan segala kelakuanku yang seringkali ga penting.

Saat SD sebangku eh sebelahan bangku dengan Haspan, pas kelas satu dan kelas tiga, di kelas tiga pula aku baru tahu kalau di adalah sepupuku, hedeh.  Pintar menggambar dan sama-sama tak punya buku teks, sehingga harus meminjam dari Nia dan Emelda kawan cewek di meja sebelah.  Nia yang berangkat sekolah naik sepeda mini, dan cuek pas aku sapa sambil jalan kaki, hedeh.  Tapi Nia dan Emelda tulisan tangannya sama-sama bagus dan rapi. Eh kok malah membicarakan perempuan, toh.

Kelas dua SMP rasanya duduk sendirian, tak seru.  Tapi punya sahabat namanya Yuseri, yang walaupun rada preman dan suka main judi, tapi dia kawan yang baik hati, walau akhirnya dia mati tenggelam deket jembatan di kota, entah karena apa.  Oh, kawan satunya pas kelas satu ada Radwin, yang suka mabok eh minum alkohol sebelum sekolah, dan pernah bawa sebotol untuk dibagikan sama kawan-lawan cowok di belakang kelas.  Satunya lagi Mashadidat, yang suka meniru gaya Bruce Lee tapi pernah digampar abah pakai buku Akuntansi pas pelajaran di kelas.

Saat SLTA, sebenarnya SMK kalau jaman sekarang, kelas satu nama kawanku Tekat, sama konyolnya dan sama-sama suka berhayal.  Jorok juga dia tapinya.  Sayangnya dikeluarkan dari sekolah saat kelas tiga, rasanya gara-gara berbuat kriminal.

Ada lagi Galing dan Matik, itu nama julukan saja.  Duduk di kiri kananku saat kelas dua, Galing itu berjiwa preman, pernah nusuk Umay pakai pisau, kawan sekosku yang juga kawan sekelas.  Sama-sama suka Iwan Fals, dan hebat matematika, heran kawan-kawan yang berjiwa preman matematiknya malah juara.  Matik sendiri kurus kaya orang kena rematik, pernah pontang panting ngejualin ayam hasil praktek kami yang sekarat satu kandang gara-gara kena wabah snot alias sakit pernapasan.

Dua-duanya bernasib tragis, tidak naik kelas yang sepertinya gara-gara sering aku ajak ngobrol pas pelajaran berlangsung, sampai saat ini aku masih merasa bersalah dengan mereka.

Kalau Umay itu, pemain bas kidal yang suka ikutan main di band sekolah, walau pas manggung akhirnya ga dipake, kadang juga suka minum alkohol.  Gara-gara dia juga aku pernah tergoda menyumbangkan sebagian uang beasiswa supersemarku untuk dibelikan cairan memabukkan itu untuk dinikmati sama-sama di kos-kosan.  Hedeh.

Oh sahabat utamaku di Snakma adalah Iris dan Hadi, tapi utamanya Iris yang sama sekali tak pernah emosi apalagi marah, heran jadi orang kok ya sabar bener.  Hadi yang patnernya Iris juga, sih. Dua-duanya kawan bergenre suku Jawa yang rajin, cuma aku kok ya masih terbayang tulisan tangan Iris yang kecil-kecil dan rada jelek walau rapi.

Saat kuliah, tentu saja ada Yadi, kawan sekos yang sama sekali tak pernah marah.  Kawan yang super sabar, beda sama Udin, senior angkatan yang kadang emosi saat kalah main catur sama .. duh siapa ya temenku yang jambangnya keren itu, lupa. Yang jelas suka koleksi peralatan sulap di kamar depan.

Yadi itu juga rajin dan punya kebiasaan baca yasin sehabis magrib, aku sering menontonnya saat dia membaca yasin di kamar.  IPK nya jelas sangat bagus, berbanding jauh dengan nilai-nilai kuliahku saat itu yang seperti diterpa badai, semrawut.

Selain Yadi ada Ari, kawanku yang tinggi dan gagah dan punya ternak ayam petelur, jadi pas ga kuliah sering nemenin dia naik kijang sambil ngantarin telur ke pelanggan, dia juga punya Tiger 2000 yang bikin aku ngiri.  Ada pula Ekon, kiper tim sepakbola andalan fakultas. Kolektor kaset yang sering aku pinjem untuk aku bajak, selain koleksi tabloid Bola.

Dan tentu ada Ojan, penjaga kos puteri Anjungan Puteri, markas angkatan kami.  Orangnya juga hobi melukis dan lelaki pagar makan tanaman, karena akhirnya dia menikahi salahsatu mahasiswi yang kos di tempatnya, hih ga kreatif sekali.  Untung dirimu baik, jan.

Ada juga sih vokalis bandku di kampus yang kadang emosian bernama Kulur, tapi sekarang dia lebih sabar dan beberapa tahun kerja bareng di kantor yang sam. Ohiya ada Abi, bassist Robek band kami, yang punya perfect pitch yang mengesankan, tapi sering kurang pede dengan dirinya sendiri, heran.

Satu lagi deh, Ungir yang senior mapala dan hebat njait dan gunting rambut, rasanya sepanjang kuliah aku selalu masrahin rambutku utuk dipotongnya, selain dia paham akan tipe rambutku, tentu saja karena gratis.  Keahliannya yang lain adalah hebat bikin api dalam cuaca bagaimanapun, pasti nyala.  Terakhir kali ketemu hobinya moto dengan hape bagusnya yang mahal.

Saat kuliah di Surabaya, kawanku baik semua sih, yang paling akrab tentu saja Agus, sampai sering nginep di kosnya, apalagi pas ada tugas, soalnya dia punya scanner, yang sering aku manfaatkan untuk pakai OCR buku untuk tugas, daripada susah-susah ngetik ulang.  Tidur beralas kardus di lantai kosnya, dia juga dulu punya komputer duluan dibanding aku, sih.  Partner kami satunya adalah Arif yang mikirnya terlalu mengandalkan logika yang menyebalkan itu, selain doyan utak atik komputer dan linux.  Sayangnya Arif yang asal Kediri itu meninggal gara-gara kecelakaan motor di tempat kerjanya di Palembang.  Semoga dirimu tenang di sana ya Rif.

Selain itu ada Tanti yang sekarang hidup di Belanda, pemilik mobil Kuda yang sering kami tumpangi satu angkatan pas ada acara kemana-mana.  Ada mb Tari yang sekarang sudah jadi profesor.  Ada Tri yang pernah jadi dekan dan malah ingat kamar kosnya yang beraroma minyak kayu putih.  Ada Puti yang pernah ngasih kupon makan MacD.

Oh ada Taufik yang kalau ngomong serasa dengar orang pidato saking seriusnya, padahal dia lucu orangnya, dan kawan akrab yang awalnya aku kira galak tapi ternyata baik hati yaitu pak Asmadi, beberapa bulan silam beliau wafat dan terakhir sempat bertemu saat di Jogja.  Semoga tenang di sana ya, pak.

Terakhir di fase S2 itu ada Putra, senior di S2 tapi Junior sewaktu S1. Orang dayak asli yang idealis dan kaya raya, pemikirannya tapi santai, akhirnya sama-sama menyelesaikan S3 di waktu yang nyaris bersamaan walau di universitas yang berbeda.  Putra satu kontrakan denganku dan pa Asmadi di Dharmawangsa VI deket kampus.

Ohiya ada mas Tino, admin prodi kampus yang menjadi sahabat kami semua, hobinya membantu orang tanpa pamrih, heran ada manusia langka semacam itu di dunia ini.

Sewaktu di Jogja tentu saja ada mas Mojo, sahabat karib yang akhirnya malah jadi penguji ujian akhirku, akibat dia tidak kompak, lulus jauh duluan dariku, padahal dosen pembimbing kami sama.  Dia juga yang memasrahkan Isuzu Panthernya untuk aku setirin ke Samigaluh gara-gara trauma nyenggol becak karena baru belajar, terakhir pas ketemu di Jogja, Panthernya sudah berganti dengan Mobilio dan tak sudi lagi aku setirin.  Orangnya juga luar biasa sabar, dan pinter sekali, heran.

Selain mas Mojo ada Iman, kawan satu angkatan yang memang cuma kami berdua saja, dia juga tidak kompak lulus duluan 3 tahun dan meninggalkanku sendirian mempertahankan supremasi angkatan genap. Untung akhirnya bisa lulus. 

Ada juga Indah dan Dony, yang sama-sama magister lulusan Makassar, sama-sama peneliti dan tentu saja pinternya jauh dibandingin aku, walau akhirnya lulusnya duluan aku ngoahahahaha.

Pas di Jogja selain kawan kuliah, juga banyak sahabat yang pesepeda, yang kenalnya di komunitas sepeda mtb klasik, tentu saja itu terkait mas Radith, mas Andi, Saktya, mas Agung, mas Adi, om Fer, mas Anto, Revo, Bagso, mas Rofi, mas Bagus, mas Fery dan mas Aji, om Bayu dan banyak lagi euy..

Itulah, syukurnya mereka baik-baik dan selalu berhasil menetralkan saat-saat emosi di kampus maupun di sekolah dan dimanapun, smoga baik-baik semuanya yaa

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekomendasi Toko & Bengkel Sepeda di Jogja

Sejak 'mengenal' sepeda, beberapa kawan yang sangat mengerti anatomi, morfologi dan histologi sepeda, saya pun memberanikan diri memberi rekomendasi beberapa toko dan bengkel sepeda di Jogja yang harus disambangi dikala sepeda memerlukan perawatan dan penggantian suku cadang. Rekomendasi tempat-tempat ini berdasarkan pertimbangan: harga, kelengkapan ketersediaan suku cadang, hasil seting sepeda dan pengalaman empunya bengkel.  Juga pengalaman beberapa kawan saat membeli spare part ataupun memperbaiki sepedanya.  Rata-rata setiap toko atau tempat yang menyediakan sepeda dan suku cadangnya juga menyediakan tempat dan tenaga untuk seting dan reparasi, tapi tak semua hasilnya bagus.   Bengkel sepeda Rofi (Rahul Bike) ,  pemiliknya adalah teman saya di komunitas sepeda Federal , tapi menurut sejarah awalnya justru beliau akrab dengan sepeda-sepeda keluaran baru.  Hasil seting sepeda mas Rofi ini sudah sangat dapat dipertanggungjawabkan, hal ini bisa dilihat dari jej

..mencoba instal Lubuntu di Lenovo S206

..leptop honey, istri saya itu kondisinya sekarang lumayan amburadul, wifi susah konek, batterynya error - ya kalo ini sih salah saya gara-gara pernah nge-charge kelamaan-,  dan terakhir suka mati-mati sendiri sehabis diinstal ulang sama windows 7 (bajakan). Saya putuskan untuk instal linux saja, kali ini saya instalin Lubuntu, turunan ubuntu dengan pertimbangan spec leptop yang lumayan pas-pasan: RAM cuma 2 Gb dan prosesor yang cuma dual core 1,4 Gb.  Sebenarnya saya pengen nginstalin debian lagi, tapi selain lupa caranya, saya juga pengen nyoba OS yang lain, setelah saya timbang-timbang yang file ISO-nya lumayan kecil ya cuma Lubuntu, cuma sekitar 900-an Mb.  Itu juga lumayan lama downloadnya, cuma ngandelin hotspot dari hape. Setelah dapet iso-nya, bikin bootable di flashdisk pake unetbootin , lalu mencoba instal, berhubung saya termasuk user abal-abal yang taunya instal dan klik sana sini, jadi belum berani instal seluruhnya, takut data yang ada di hardisk keformat seperti

jejak bubin Lantang

jika ditanya salah satu kota yang ingin saya datengin sejak berpuluh tahun yang lalu, jawaban saya pastilah: Bandar Lampung.  Tentu karena nama-nama sudut kota itu lekat di otak saya, gara-gara karya bubin Lantang itulah. dan saya, akhirnya menjejakkan kaki juga di tanah impian itu.  Sengaja dari penginepan, naik gojeg ke Jl. Manggis.  Itu kalo di serial Anak-anak Mama Alin adalah lokasi rumahnya Wulansari- ceweknya 'Ra. Sedangkan di novel Bila, itu adalah jalan tempat kediamannya Puji- ceweknya Fay. di Bila, malah jelas dibilangin nomer rumahnya: empatbelas, ya persis nomer rumah saya dulu di kampung.  Melihat plang nama jalan Manggis saja saya senang tak terkira.   Apalagi habis itu menemukan rumah bernomor 14.  Dan saya baru tau kalo itu rumah pegawai perusahaan kereta api.  Rumah tua memang, persis seperti yang digambarin di buku. Belum cukup senang saya, saat berjalan ke arah barat, ternyata ujung jalan bermuara ke Pasir Gintung! Tempat legendaris yang digambarkan sebaga