.. akhirnya nemu lagi buku yang nyaman dibaca, karena gaya bahasa penulisnya yang memang sudah nyaman dan sepertinya menulisnya dalam mood yang bagus pula. Kebetulan yang nulis biografi Buya Hamka ini satu kampung dengan beliau, dan kebetulan pula saya suka dengan gaya nulisnya A. Fuadi, yang terkenal dengan Negeri 5 Menara-nya.
Saat saya menuliskan ini, masih ada beberapa puluh halaman akhir yang belum tuntas, dari total sekitar 300-an halaman dengan font ukuran lebih kecil dari standar novel biasa. Iya ini biografi berbentuk novel, jadi asik ngikutinnya. Saya terus terang terbawa dalam alur ceritanya, dari awal kasian dengan awal kehidupan Buya, kemudian kagum dengan pencapaiannya, sampai ikutan kesal dengan ambisi beliau yang rada janggal di beberapa bagian.
tapi banyak hal yang saya dapatkan dair buku ini, di antaranya yang terngiang adalah bagaimana cara memuliakan pekerja sebelum melaksanakan tugas yang diajarkan pemilik penerbitan tempat Buya sempat bekerja saat berada di Makkah. Juga bagaimana melawan kekecewaan akibat patah hati dengan pembuktian positif. Cara beliau memposisikan diri di antara pemerintahan penjajah dan rakyat: ini sih politik tingkat tinggi, yang jelas sulit untuk diikuti, terutama bagi saya.
Dan, tentu saja, kemampuan & semangat Buya dalam hal belajar, membaca dan manyampaikan semua ilmu dan pengalaman hidupnya dalam bentuk tulisan maupun lisan.
Di luar kisah Buya, tentu saja cara penyampaian A. Fuadi kali ini tetap memikat dengan gaya bahasanya yang mengalun dan kadang puitis di beberapa titik, seringkali diselipi pantun-pantun dan istilah-istilah yang saya baru dengar.
Kesimpulannya ini salahsatu buku bagus yang patut untuk dibaca.
Saya selalu pengen tahu riwayat kehidupan Buya, tapi belum sempat membaca bukunya.
BalasHapusSaya justru blm pernah baca satupun hasil karya beliau,
Hapusdan riwayat dg gaya novel gini nyatanya keren, dirimu bikin gitu yg ky gini