Kadang bahagiamu itu sedihnya yang lain ~@cyraflame
Ada beberapa meja bundar dan kursi yang terbuat dari kayu, di dekat lampu taman bertiang merah, berjejer di antara gedung rektorat dan arboretum yang cukup luas sampai sudut perempatan kampus. Tempat yang cukup tenang untuk menunggu jadwal konsultasi dengan dosen sambil memikirkan hal apapun selain masalah kuliah yang terkadang tak pernah habis untuk dibahas.
Air duduk di situ, sedari sepuluh pagi, ranselnya tergeletak di atas meja, sepeda single gear hijau lumutnya tersandar di tiang merah lampu taman. Baru beberapa menit duduk di kursi kayu yang menurutnya paling nyaman dari seluruh jenis kursi di dunia ini, layar telepon genggamnya terbuka dari tidur paginya. Ada sebaris pesan singkat yang masuk. Bumi.
"Kamu, dimana?"
"7.767.."
"Aku, kesana.."
"7.767.."
"Aku, kesana.."
Bumi sudah bekerja, memang. Selepas kuliahnya yang termasuk bilangan cepat. Perempuan bermata indah itu memang memiliki intelejensi yang tak kalah indah. Mungkin kombo itu yang membuat Air tak pernah bisa berhenti dari pusaran pesona Bumi.
Bahkan tanpa perlu menegok pun, Air sudah tahu siapa yang setengah bergegas berjalan menuju ke arahnya, ritme jejak langkah Bumi yang datang dari selatan sudah dihapalnya. Ada raut yang tidak cerah tengah mengarah ke dekatnya.
"Temenin aku.." Kalimat itu terlontar begitu saja, tak lama setelah ia mendekat.
"Eh, bentar. kamu parkir di perpustakaan?"
Yang ditanya cuma mengangguk, memang selain petinggi kampus dan acara penting tertentu, daerah sekitar situ steril dari segala macam kendaraan bermotor, dan arah selatan kemungkinannya cuma perpustakaan yang tempat parkirnya teramat luas.
"Eh, bentar. kamu parkir di perpustakaan?"
Yang ditanya cuma mengangguk, memang selain petinggi kampus dan acara penting tertentu, daerah sekitar situ steril dari segala macam kendaraan bermotor, dan arah selatan kemungkinannya cuma perpustakaan yang tempat parkirnya teramat luas.
"Kerjaan kamu?"
"Aku bolos.." Ringan saja kalimat singkat itu terlontar dari mulutnya.
"Terus, ini mau kemana?"
"Pantai.."
"Bentar, aku kirim pesan dulu.."
"Aku bolos.." Ringan saja kalimat singkat itu terlontar dari mulutnya.
"Terus, ini mau kemana?"
"Pantai.."
"Bentar, aku kirim pesan dulu.."
Sebelum niat itu terwujud, muncul pesan dari kampus, kalau jadwal konsultasi diundur lusa. Air tersenyum.
"Naik motor kamu aja ya?" Yang ditanya hanya tersenyum tipis sambil menyerahkan kunci kontak motor hitamnya.
Tak berapa lama motor hitam mengarah ke timur luar kota. Sedari kampus sampai ringroad Bumi cuma diam saja di belakang, Air membiarkannya. Juga membiarkan kedua tangan Bumi yang melingkari pinggangnya, di saat bersamaan dia merasakan napas Bumi pelan berhembus..
Saat itu Air cuma berharap Indrayanti bisa dua kali lipat lebih jauh jaraknya, biar Bumi lebih lama lekat dengannya. Motor hitam masih melaju, tangan kiri Air sesekali memastikan kedua tangan Bumi lekat di pinggangnya. Selagi ada waktu, sebab dia tau sebentar lagi seseorang yang dikaguminya diam-diam itu, tak kan bisa lagi lekat di dekatnya. Tak kan bisa lagi.
Air tahu: Bumi yang erat saat ini, bukan miliknya.
Komentar
Posting Komentar