Kira-kira setahun yang lalu, saat mewawancarai salah seorang dosen saya waktu S1 untuk keperluan penelitian, entah bagaimana awalnya sampai akhirnya beliau dengan semangat bercerita tentang OS yang beliau pakai, yaitu Ubuntu 14 LTS. Katanya sudah bertahun-tahun menggunakannya sebagai pengganti windows.
Sampai untuk GIS pun, tak lagi menggunakan aplikasi ArcGIS seperti biasanya, tapi memakai QGIS sebagai tools dalam disertasinya.
Saya pun tersadarkan, bagaimana bisa sebuah karya ilmiah tapi dibikin dari produk bajakan? Tak lama setelah itu saya memutuskan untuk hijrah dari windows, malu juga euy, di halaman awal ngaku-ngaku kalo hasil penelitian tidaklah nyontek dari manapun tapi dibikin pake software bajakan.
Maka terinstallah (bahasa apa pula ini) Debian Jessie, yang untungnya tetap stabil sampai sekarang, tools penelitian saya pun untungnya masih bisa jalan walau dengan bantuan Wine.
Bagi saya, walaupun sampai sekarang, jujur tak bisa sepenuhnya lari dari jeratan hal-hal yang berbau bajakan, paling tidak bisa menguranginya sedikit-demi sedikit, dan sedikit banyak dari software yang digunakan untuk penelitian.
Sampai untuk GIS pun, tak lagi menggunakan aplikasi ArcGIS seperti biasanya, tapi memakai QGIS sebagai tools dalam disertasinya.
Saya pun tersadarkan, bagaimana bisa sebuah karya ilmiah tapi dibikin dari produk bajakan? Tak lama setelah itu saya memutuskan untuk hijrah dari windows, malu juga euy, di halaman awal ngaku-ngaku kalo hasil penelitian tidaklah nyontek dari manapun tapi dibikin pake software bajakan.
Maka terinstallah (bahasa apa pula ini) Debian Jessie, yang untungnya tetap stabil sampai sekarang, tools penelitian saya pun untungnya masih bisa jalan walau dengan bantuan Wine.
Bagi saya, walaupun sampai sekarang, jujur tak bisa sepenuhnya lari dari jeratan hal-hal yang berbau bajakan, paling tidak bisa menguranginya sedikit-demi sedikit, dan sedikit banyak dari software yang digunakan untuk penelitian.
Komentar
Posting Komentar