Saya lupa persisnya di SPBU alias POM bensin mana bermalam di hari kedua itu, yang saya ingat tidurnya di teras samping kantor dengan beralaskan jas hujan yang dingin, selain itu banyak nyamuk ganas, untung dikasih autan sama seorang bapak yang naik motor dan singgah istirahat disitu juga di tengah perjalanannya menuju pulau Sulawesi.
Sehabis sholat subuh, saya kembali pelan-pelan beranjak, masih ada sisa sekitar 170 km lagi menuju kota Surabaya, sembari memutuskan di jalan nanti nyeberang ke kampung naik apa, saat itu masih labil mutusin antara naik kapal laut atau naik pesawat. Yang mana kalau naik kapal laut, masih perlu waktu sekitar 24 jam lagi nyeberang dan sesampai di pelabuhan pun masih ada jarak sekitar 40 km sebelum sampai rumah. Sementara kalau pakai pesawat hanya perlu waktu sekitar satu jam dan jarak antar bandara dan rumah cuma sekitar 9 km.
Mengayuh dengan kecepatan sedang, sembari beberapa kali berhenti di minimarket untuk istirahat dan beli minum, akhirnya sehabis ashar saya sampai di Jombang, tempat Thor, si sulung sekolah. Mengunjunginya sebentar di asramanya dan sowan sama ustadz yang biasa dipanggil Gus Hasyim. Lalu singgah istirahat lagi sampai waktunya sholat maghrib di masjid deket pesantren. Setelah itu kembali gowes lagi, jarak yang tersisa kalau tidak salah sekitar 70-an km lagi.
Memasuki Mojokerto akhirnya diputuskan untuk sebisanya sampai di Surabaya malam itu juga, badan yang basah untuk keringet merayu manja untuk bisa mandi air hangat sesampainya di tujuan. Sepeda pun dikayuh rada ngebut pakai gir tertinggi di beberapa ruas jalan, walau beberapa kali harus menurunkan kecepatan karena keadaan jalan yang agak bergelombang dan kadang berlobang di beberapa titik, ditambah dengan bis dan truk yang kadang tak mau mengalah.
Akhirnya sekitar jam sebelas malam berhasil memasuki kota pahlawan, lalu mampir sejenak membuka aplikasi di henpon untuk memesan penginepan, sampai akhirnya touchdown di hotel sekitar Jemursari sekitar jam setengah dua belas malam.
Sepeda di parkir di samping hotel, muatan berupa satu backpack dan tas kecil diturunkan dari rak belakang, check in dan langsung menggenapi niat: mandi air hangat... lalu istirahat..
Sehabis sholat subuh, saya kembali pelan-pelan beranjak, masih ada sisa sekitar 170 km lagi menuju kota Surabaya, sembari memutuskan di jalan nanti nyeberang ke kampung naik apa, saat itu masih labil mutusin antara naik kapal laut atau naik pesawat. Yang mana kalau naik kapal laut, masih perlu waktu sekitar 24 jam lagi nyeberang dan sesampai di pelabuhan pun masih ada jarak sekitar 40 km sebelum sampai rumah. Sementara kalau pakai pesawat hanya perlu waktu sekitar satu jam dan jarak antar bandara dan rumah cuma sekitar 9 km.
Mengayuh dengan kecepatan sedang, sembari beberapa kali berhenti di minimarket untuk istirahat dan beli minum, akhirnya sehabis ashar saya sampai di Jombang, tempat Thor, si sulung sekolah. Mengunjunginya sebentar di asramanya dan sowan sama ustadz yang biasa dipanggil Gus Hasyim. Lalu singgah istirahat lagi sampai waktunya sholat maghrib di masjid deket pesantren. Setelah itu kembali gowes lagi, jarak yang tersisa kalau tidak salah sekitar 70-an km lagi.
Memasuki Mojokerto akhirnya diputuskan untuk sebisanya sampai di Surabaya malam itu juga, badan yang basah untuk keringet merayu manja untuk bisa mandi air hangat sesampainya di tujuan. Sepeda pun dikayuh rada ngebut pakai gir tertinggi di beberapa ruas jalan, walau beberapa kali harus menurunkan kecepatan karena keadaan jalan yang agak bergelombang dan kadang berlobang di beberapa titik, ditambah dengan bis dan truk yang kadang tak mau mengalah.
Akhirnya sekitar jam sebelas malam berhasil memasuki kota pahlawan, lalu mampir sejenak membuka aplikasi di henpon untuk memesan penginepan, sampai akhirnya touchdown di hotel sekitar Jemursari sekitar jam setengah dua belas malam.
Sepeda di parkir di samping hotel, muatan berupa satu backpack dan tas kecil diturunkan dari rak belakang, check in dan langsung menggenapi niat: mandi air hangat... lalu istirahat..
Jadi pengen tau, kenapa lewat tawangmangu mas kok ndak muter saja lewat jalan yang lebih landai?
BalasHapus1. Karena emang sdh niat sejak lama, pernah 2 kali ngepit ke tawangmangu tp blm pernah sampai ke cemorosewu
BalasHapus2. Lewat jalan landai (palur-sragen-ngawi) jalak relatif lurus, landai tp rusak dan full debu, asap, bis & truk. Via cemorosewu nanjak tp jalan lebih bagus & udara lebih seger & relatif lebih sepi. Selain itu lepas cemorosewu bonus turunannya jg banyak
Demikianlah mas hehe
Lha njuk kabare Denmas Brindhil gimana? Ya dianya juga sampai ke Surabaya?
BalasHapusdenmas Brindhil balik ke Jogja sesampainya di Cemoro Sewu mas
Hapus