minggu pagi ini, masih ada sisa-sisa gerimis yang sedari sore kemarin membasahi Jogja, yang akhirnya membuat rencana sepedaan ke Kaliurang terpaksa batal dan ditunda. Akibatnya saya sekarang bisa menikmati koleksi-koleksi video klip hasil donlot di youtube sembari membaca buku berjudul Happiness Inside karangan Gobind Vashdev, buku pemberian teman saya unidede yang katanya bagus.
Isi bukunya tentang pencerahan, kesabaran, mengenal diri dan orang lain dengan lebih baik, dan tumben-tumbennya saya dengan nyaman membaca buku genre ini. Biasanya kan bacaan saya ga jauh-jauh dari novel, fiksi dan sesekali literatur tugas akhir #lah
Bacaan saya terhenti di halaman 87, di baris kelima yang membahas frasa yang saya kenal sejak sekitar dua puluh tahunan yang lalu, salah satu frasa favorit saya selain carpe diem.
Frasa yang saya maksud adalah gnothi seauton, : saya kenalnya justru karena itu tulisan tercetak gede-gede di bagian depan kaos saya yang berwarna putih, yang saya beli pake uang beasiswa saat sekolah dulu kalau tidak salah. Dulu sih ngga ngerti makna sebenernya hehe, yang saya tau cuma tulisannya keren.
..know thyself, mengenali diri sendiri, bagi saya adalah makna literal yang sederhana, tapi sekaligus mungkin hal rada berat yang saya abaikan sejak dulu, mungkin hal ini terkait dengan tentang value yang saya ulas sebelumnya.
Seorang teman pernah memberi saran yang menarik, kurang lebih begini:
coba untuk mengenali diri sendiri dulu lebih baik, sebelum memutuskan untuk mengenal orang lain
saya mengartikannya semena-mena dengan... ya jangan sok-sokan menilai orang lain kalau menilai diri sendiri saja tak berhasil, ngaca adalah kunci!
Lalu setelah saya menuliskan satu frasa itu panjang lebar, apakah artinya saya sudah mengenal diri saya sendiri dengan baik dan detil? Ajaibnya tidak, atau mungkin belum. Saya pikir proses mengenali diri sendiri pun adalah sebuah proses belajar yang perlu waktu tak berbatas.
Saya pikir, gnothi seauton adalah sebuah proses dalam mencari value dari diri sendiri, biar kita punya harga diri, punya sikap, punya jatidiri, punya sesuatu untuk dipertahankan, biar orang lain suatu saat tidak akan memandang rendah pada diri kita, paling tidak membuka mata orang lain bahwa pada dasarnya manusia itu posisinya sejajar di muka bumi ini, tak pantas saling merendahkan atas dasar apapun.
Jadinya, hidup ini tak terpaku pada hal-hal yang hanya bersifat aksesoris, seperti pangkat, jabatan, kedudukan dan segala masalah klise lainnya, oke di beberapa sisi mungkin ada gunanya, tapi apa coba yang lebih berguna dan berharga selain harga diri sendiri? tak ada.
di buku Compettitive advantage, pak Michael E. Porter mengatakan bahwa, salah satu hal penting yang harus dilakukan dalam menentukan tujuan akhir sebuah proses, yaitu indentifying value activities. Mengidentifikasi artinya proses pemilahan antara hal-hal yang dianggap penting. Hal ini juga nantinya terkait dengan penentuan sesuatu yang bernama core competence, yang menjadi arah awal untuk melangkah mencapai tujuan yang diinginkan.
Soal core competence mungkin sekilas bisa dibaca di a Handbook of for Value Research yang disusun oleh mas Raphael Kaplinsky dan kang Mike Morris. Sebenernya sih hal ini merefer ke bukunya Gary Hamel dan C.K. Prahalad yang berjudul Competing for the Future, tapi saya belum punya buku aslinya atau ebooknya. Lah, malah ngelantur ke literatur. Pokoknya begitulah.
Menurut saya sih, ya gitu kalau sudah tau inti dari diri sendiri, rasanya emang hidup ini bakal ga begitu berat untuk dijalani, ya paling tidak karena tahu kapasitas diri, jadi bisa mengarahkan kaki kemana mau melangkah. Walaupun tahu selalu bakal ada resiko dalam setiap langkah, tapi paling tidak sudah bisa menyiapkan segala macam rencana A sampai Z untuk mengakalinya. Hidup ini emang harus diakalin kadang. Ah istilah yang aneh, pokoknya begitulah.
Dan lagi-lagi, ini sebagai pesan, agar siapapun hidupnya tidak seperti saya, yang apa-apa cuma bermodal nekat dan keberuntungan, termasuk dalam memutuskan untuk terus sekolah tanpa perencanaan yang matang, jadinya yaa nganu gini, pokoknya jangan sampai ada lagi yang mengambil langkah salah seperti saya deh.
Walaupun kalau saya pikir-pikir, kalau saya dulu mikir panjang dan tak nekat, mungkin saya juga ga bakal sekolah lagi deh, lah malah absurd.
Jadi ya begitu saja rasanya, tulisan tak tentu arah ini, yang paling tidak mengajak diri sendiri untuk menyanyikan lagu lama Koes Plus..
Buat apa susah...
Buat apa susah...
Lebih baik kita bergembira
Eh, nyambung nggak? yaudahlah mari lanjut nyanyi, ayo yang di ujung sana mana suaranya?
...Ngaca adalah kunci!
BalasHapusOke... Tapi, aku gak pede kalau disuruh ngaca. Banyak jerawatnya. Bekas jerawat juga gak ilang-ilang. Huft. *digaplok*
Hedeh 😤
HapusGlad you like it, om ��
BalasHapusHehe makasih uni 🤘
HapusSmoga mendapatkan penceragan dari referensinya ya 😬
BalasHapus"...salah satu hal penting yang harus dilakukan dalam menentukan tujuan akhir sebuah proses, yaitu indentifying value activities. Mengidentifikasi artinya proses pemilahan antara hal-hal yang dianggap penting."
BalasHapus*dicatet dulu dalam hati. #alah
"Dan lagi-lagi, ini sebagai pesan, agar siapapun hidupnya tidak seperti saya, yang apa-apa cuma bermodal nekat dan keberuntungan, termasuk dalam memutuskan untuk terus sekolah tanpa perencanaan yang matang, jadinya yaa nganu gini, pokoknya jangan sampai ada lagi yang mengambil langkah salah seperti saya deh."
Dan buat yang ini, kalau kata Anne of Green Gables "There's always a bend in the road!" :)
Nah begitulah kenyataannya 😆
Hapus