Generalisasi atas dasar kurangnya ilmu seringkali saya lakukan atas sesuatu. Semua berdasarkan pandangan yang amat sempit, pengalaman yang sedikit dan kapasitas otak yang cuma sekelumit.
Awalnya saya ingin menulis tentang itu, bagaimana pandangan seseorang akan keadaan dan orang-orang di sekitarnya, misalnya saya yang selalu beranggapan bahwa tak ada satu pun manusia yang bodoh di atas dunia ini. Karena itu cuma masalah sudut pandang saja, seseorang yang nilai sekolahnya di bawah rata-rata misalnya, itu cuma masalah kemampuan akademik, dan dalam beberapa mata pelajaran saja. Di sisi lain pasti ada titik cerdasnya dia, yang justru tak dimiliki oleh mata yang menilainya.
Contoh sederhana, waktu kecil, saya punya kawan, tak punya kemampuan berbicara, mungkin tak bisa mendengar dengan jelas juga, dan tidak sekolah. Tapi, kalo soal menggambar, bagus luar biasa. Jadi saja, saya sering minta gambarin pesawat dengannya.
Kecerdasan seseorang cuma masalah sudut pandang. Itu baru satu hal, belum lagi masalah-masalah lain terkait perilaku manusia.
Apalagi, lingkup perkenalan atau semacam lingkaran kalau di gugel, setiap orang sangat terbatas, pengetahuan? apalagi, pengalaman dan perjalanan? lebih-lebih itu. Bagaimana bisa saya menggeneralisasi perilaku manusia satu negara. Wong saya ndak bisa ngukur nilai-nilai penduduk Jogja walau hidup bertahun-tahun disitu.
Manusia benar-benar replika puncak gunung es, yang muncul cuma beberapa mili di atas permukaan laut. Belum ada satu pun metode yang pasti untuk menggalinya, sampai sekarang. Underlying object, kata salah seorang dosen saya. Hanya berdasarkan panca indera manusia, semua dipersepsikan, secara sangat terbatas.
Awalnya saya ingin menulis tentang itu, bagaimana pandangan seseorang akan keadaan dan orang-orang di sekitarnya, misalnya saya yang selalu beranggapan bahwa tak ada satu pun manusia yang bodoh di atas dunia ini. Karena itu cuma masalah sudut pandang saja, seseorang yang nilai sekolahnya di bawah rata-rata misalnya, itu cuma masalah kemampuan akademik, dan dalam beberapa mata pelajaran saja. Di sisi lain pasti ada titik cerdasnya dia, yang justru tak dimiliki oleh mata yang menilainya.
Contoh sederhana, waktu kecil, saya punya kawan, tak punya kemampuan berbicara, mungkin tak bisa mendengar dengan jelas juga, dan tidak sekolah. Tapi, kalo soal menggambar, bagus luar biasa. Jadi saja, saya sering minta gambarin pesawat dengannya.
Kecerdasan seseorang cuma masalah sudut pandang. Itu baru satu hal, belum lagi masalah-masalah lain terkait perilaku manusia.
Apalagi, lingkup perkenalan atau semacam lingkaran kalau di gugel, setiap orang sangat terbatas, pengetahuan? apalagi, pengalaman dan perjalanan? lebih-lebih itu. Bagaimana bisa saya menggeneralisasi perilaku manusia satu negara. Wong saya ndak bisa ngukur nilai-nilai penduduk Jogja walau hidup bertahun-tahun disitu.
Manusia benar-benar replika puncak gunung es, yang muncul cuma beberapa mili di atas permukaan laut. Belum ada satu pun metode yang pasti untuk menggalinya, sampai sekarang. Underlying object, kata salah seorang dosen saya. Hanya berdasarkan panca indera manusia, semua dipersepsikan, secara sangat terbatas.
Komentar
Posting Komentar