Langsung ke konten utama

Adegan Nyosor di Edensor

Kemarin siang niat nonton berdua saja sama honey, dan film Edensor yang sudah sejak lama saya ingin tonton pun dipilih. Sejak awal saya berusaha menekan rasa kecewa yang tampaknya akan ditemui jika membandingkan dengan versi novelnya, apalagi setelah pernah melihat sekilas thrillernya yang membuat saya bisa sedikit menduga-duga alur ceritanya.  Intinya saya bermodalkan rasa penasaran saja demi melihat film ini, ditambah sedikit ekspektasi berlebih.

Bagian pertama sepanjang lima menit terlewatkan, entah apa yang terjadi sebelum Ikal dan Arai tertawa-tawa di pintu gerbang, sampai kemudian kota Paris tergambarkan dengan jelas dan indah, juga kos-kosan eh apartemen yang tak punya jendela untuk melihat sisi luarnya.  Bagian ini masih bisa diterima akal.

Sampai ke kampus, rasa penasaran akan ke empat tokoh Pathetic Four pun terobati, walaupun, kenapa Manooj tak segendut bayangan saya?, Gonzales kok begitu keren, dan Ninochka di film keren sekali jauh dari kesan kecil dan tak percaya diri.  Susah rupanya untuk casting artis yang tak keren di luar negeri hehe

Bayangan adegan adu presentasi antar negara yang menakjubkan seperti di novel pun pupus begitu mengamati adegan-adegan berikutnya, duh saya terlalu banyak berharap rupanya.  Tapi ajaibnya, ketakutan saya akan banyaknya cerita yang dipenuhi adegan percintaan absurd Ikal dan Katya ternyata terwujud !  Nyaris seperlima atau malah sepermpat jalan cerita malah dipenuhi adegan jalan-jalan sambil pegangan tangan, ditambah beberapa adegan lucu dimana Katya berusaha nyosor duluan dan anehnya ditolak melulu oleh Ikal haha absurd ! -dan dengan musik latar lagu Ani-nya bang Rhoma nyaris lengkap satu lagu diputar, satu-satunya hal yang sangat menghibur saya, bayangkan boi, lagu Ani ddengan kualitas suara Dolby Stereo, dahsyat !-

Lalu kemana Arai yang harusnya meratap dengan takzim saat membacakan puisi buat Zakiah Nurmala di pusaranya Jim Morrison? Kenapa A Ling malah muncul walau sebentar di Paris? Mengapa Arai justru sering berantem sama Ikal? Kenapa posternya bang Rhoma justru berseberangan letaknya dengan bung Smith?

Akhirnya saya -dipaksa untuk- berusaha memaklumi kenapa adegan keliling Eropa sampai Afrika ditiadakan, nyaris semua cerita berputar-putar di Paris, sambil sesekali flashback ke alam Belitong.  Tapi ayolah, kemana maha karya ikan duyung yang indah itu, kawan ?

Terakhir sekali yang melengkapi ke-mohon maklum-an saya adalah, justru Edensor yang dijadikan judul film, malah tak ditampakkan sama sekali, kecuali lewat narasi Andrea Hirata yang tiba-tiba muncul mengetik di tengah ruangan perpustakaannya.

Kesimpulan saya, kalau boleh membandingkan, jelaslah film Sang Pemimpi lebih baik dari Edensor, terutama dari sisi hal-yang-diharapkan-dari-novel-bisa-terwujud-di-bioskop.

---

...dan harusnya sub judulnya kan Laskar Pelangi 3, karena bagian 2-nya sudah di Sang Pemimpi, ah entahlah..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekomendasi Toko & Bengkel Sepeda di Jogja

Sejak 'mengenal' sepeda, beberapa kawan yang sangat mengerti anatomi, morfologi dan histologi sepeda, saya pun memberanikan diri memberi rekomendasi beberapa toko dan bengkel sepeda di Jogja yang harus disambangi dikala sepeda memerlukan perawatan dan penggantian suku cadang. Rekomendasi tempat-tempat ini berdasarkan pertimbangan: harga, kelengkapan ketersediaan suku cadang, hasil seting sepeda dan pengalaman empunya bengkel.  Juga pengalaman beberapa kawan saat membeli spare part ataupun memperbaiki sepedanya.  Rata-rata setiap toko atau tempat yang menyediakan sepeda dan suku cadangnya juga menyediakan tempat dan tenaga untuk seting dan reparasi, tapi tak semua hasilnya bagus.   Bengkel sepeda Rofi (Rahul Bike) ,  pemiliknya adalah teman saya di komunitas sepeda Federal , tapi menurut sejarah awalnya justru beliau akrab dengan sepeda-sepeda keluaran baru.  Hasil seting sepeda mas Rofi ini sudah sangat dapat dipertanggungjawabkan, hal ini bisa dilihat dari jej

..mencoba instal Lubuntu di Lenovo S206

..leptop honey, istri saya itu kondisinya sekarang lumayan amburadul, wifi susah konek, batterynya error - ya kalo ini sih salah saya gara-gara pernah nge-charge kelamaan-,  dan terakhir suka mati-mati sendiri sehabis diinstal ulang sama windows 7 (bajakan). Saya putuskan untuk instal linux saja, kali ini saya instalin Lubuntu, turunan ubuntu dengan pertimbangan spec leptop yang lumayan pas-pasan: RAM cuma 2 Gb dan prosesor yang cuma dual core 1,4 Gb.  Sebenarnya saya pengen nginstalin debian lagi, tapi selain lupa caranya, saya juga pengen nyoba OS yang lain, setelah saya timbang-timbang yang file ISO-nya lumayan kecil ya cuma Lubuntu, cuma sekitar 900-an Mb.  Itu juga lumayan lama downloadnya, cuma ngandelin hotspot dari hape. Setelah dapet iso-nya, bikin bootable di flashdisk pake unetbootin , lalu mencoba instal, berhubung saya termasuk user abal-abal yang taunya instal dan klik sana sini, jadi belum berani instal seluruhnya, takut data yang ada di hardisk keformat seperti

jejak bubin Lantang

jika ditanya salah satu kota yang ingin saya datengin sejak berpuluh tahun yang lalu, jawaban saya pastilah: Bandar Lampung.  Tentu karena nama-nama sudut kota itu lekat di otak saya, gara-gara karya bubin Lantang itulah. dan saya, akhirnya menjejakkan kaki juga di tanah impian itu.  Sengaja dari penginepan, naik gojeg ke Jl. Manggis.  Itu kalo di serial Anak-anak Mama Alin adalah lokasi rumahnya Wulansari- ceweknya 'Ra. Sedangkan di novel Bila, itu adalah jalan tempat kediamannya Puji- ceweknya Fay. di Bila, malah jelas dibilangin nomer rumahnya: empatbelas, ya persis nomer rumah saya dulu di kampung.  Melihat plang nama jalan Manggis saja saya senang tak terkira.   Apalagi habis itu menemukan rumah bernomor 14.  Dan saya baru tau kalo itu rumah pegawai perusahaan kereta api.  Rumah tua memang, persis seperti yang digambarin di buku. Belum cukup senang saya, saat berjalan ke arah barat, ternyata ujung jalan bermuara ke Pasir Gintung! Tempat legendaris yang digambarkan sebaga