Rasanya ini miniseri pertama (Netflix) yang saya tonton ulang untuk keduakali. Ada beberapa hal yang menarik dari serial ini yang menarik untuk ditonton ulang.
Yang pertama adalah tone warna filmnya, karena ini adalah cerita yang berlatar kejadian di tahun 60-an, jadi situasi, kondisi termasuk saturasi (halagh) warna yang menurut saya unik. Menutur saya entah kenapa tone warna filmnya lebih ke hijau pupus gitu, dah.
Yang kedua adalah sekali lagi karena ceritanya di circa 60-an, jadi gaya pakaian, kondisi kota, mobil, pesawat, situasi, kehidupan dan apapun itu serasa balik ke masa lampau tersebut. Walau rada menyebalkan karena rata-rata lelaki doyan ngeroyok (subjektif sekali memang terkait hal ini haha)
Yang ketiga adalah masalah catur (yang sebenarnya saya tak paham cara membaca strategi sampai beberapa langkah ke depan). Sebelum ini baru ada satu cerita tentang permainan catur yang memikat saya, yaitu kisa Cinta di Dalam Gelas karya Andrea Hirata. Kisah pertarungan para dewa catur begitu 'hidup' di dalam serial ini.
Yang keempat adalah alur ceritanya yang kuat, bahkan sedari menit pertama pun cerita ini sudah bikin penasaran. Bagaimana Elizabeth Harmon alias Beth Harmon yang awalnya ditemukan berdiri nyaris tanpa ekspresi di dekat mobil yang rusak parah dan menewaskan ibunya. Kisahnya akhirnya dibuka pelan-pelan dengan alur mundur beberapa kilas did ke 7 episodenya.
Yang kelima tentu saja akting tokoh utamanya : Anya Taylor-Joy yang rasanya sepanjang episode nyaris tanpa ekspresi tapi terkesan menahan emosi yang ada di dalam pikirannya. Pelakon Beth Taylor di usia 5 tahunan yaitu Annabeth Kelly juga tak kalah memukau. Adegan paling ikonik dari Beth saat kecil bagi saya adalah saat dia limbung lalu jatuh sehabis overdosis "memakan" segenggam obat penenang yang sebetulnya sudah diamankan di lemari di ruangan terkunci. Oh, gestur Anya saat melawan lawan caturnya juga asik untuk diamati (biasanya tangannya memegang leher dan rambutnya, entah kenapa adegan itu terasa beda dan menarik).
Yang keenam adalah drama, walaupun ini sebetulnya adalah bagian dari alasan keempat di atas. Jalinan kisah Beth dengan Jolene sahabatnya di asrama yatim, dengan ibu kandungnya, dengan ibu angkatnya, dengan lelaki yang dikaguminya, dengan musuh-musuh caturnya dan bagaimana Beth berusaha melawan dirinya sendiri sungguh menggoda untuk ditonton ulang. Kata pembuat filmnya (saya lupa baca dimana) katanya awalnya serial ini mau dijadikan film bioskop, tapi dengan beberapa pertimbangan akhirnya dijadikan miniseri yang durasinya memang lumayan panjang.
Jadi demikianlah, duh seandainya saya bisa menjelaskannya dengan lebih baik lagi. Tapi nyatanya setelah menonton ulang serial ini, akhirnya memutuskan untuk memesan novelnya. Kebetulan belum ada terjemahannya, jadi ya biar deh, semoga nanti saya sabar membacanya juga hehe
---
*gambar di atas diambil dari artikel di web CNN.

Komentar
Posting Komentar