Dulu, hibernasi adalah istilah menghilang sejenak dari aktivitas ngeblog. Sekarang tampaknya lebih relevan digunakan untuk beristirahat sejenak dari dunia sosial media yang semakin riuh rendah dan sedikit memusingkan.
Mungkin, saya sementara hanya akan bercerita (jikalau tak malas) di blog ini. Mungkin sesekali jadi silent rider (ya bukan reader hehe). Tapi akan saya usahakan menyepi sejenak di dalam gua ini minimal sampai akhir tahun.
Sekalian bercerita, kalau beberapa hari yang lalu saya akhirnya bertemu dengan Andry Franzzy, yang sekarang mengubah namanya menjadi Andry Muhammad. Seniman yang hijrah dari hiruk pikuk dunia panggungnya, untuk menjalani hidup tenangnya dengan berjualan gultik. Masakan yang saya pikir kepanjangan dari gulai itik. Ternyata gultik adalah akronim dari gulai tikungan, konon itu masakan yang terkenal di seputaran Blok M, Jakarta.
Salah satu tujuan utama destinasi perjalanan ke NTB kemarin sebenarnya adalah untuk menemui beliau, toh saya sudah pernah juga jalan-jalan ke Lombok dua tahun silam. Menyenangkan bisa bertemu dengan orang yang tak peduli dengan gemerlapnya dunia. Wajahnya bersih dan tenang sekali. Sampai-sampai saya segan dan bingung mau ngobrol apa, selain bersalaman saat datang dan pamit pulang.
Ingin mendengar cerita perjalanan musiknya yang saya ingat dari part gitar solonya, sampai akhirnya menjadi gitaris Boomerang, salah satu grup yang beberapa lagunya pernah dibawakan saat nekat ngeband waktu kuliah jaman dulu. Tapi rasanya tak elok menanyakan hal yang sudah ditanggalkannya jauh-jauh.
Ujug-ujug malah banyak ngobrol sama puteranya yang sedang S2 di Unram. Sekilas cerita yang saya tangkap bahwa mereka sekeluarga hijrah ke Lombok sejak 2022. Membuka kedai gultik setelah survei selama 2 minggu di sekitaran Selaparang, bandara lama. Katanya dulu awalnya ada 5 kedai saja, sata saya ke sana rasanya puluhan kedai tenda berdiri di sana dengan berbagai jenis jualan makanan & jajanan.
Ke kedai gultik rumah masakan Andry Muhammad tersebut saya diantarkan mas Supriadi. Kawan lama, benar-benar lama. Dulu kenalnya waktu sama-sama ada proyek penelitian di Trenggalek circa 2012. Terakhir bertemu saat dia mengenalkan istrinya di kedai ayam cepat saji di Jogja sekitaran tahun 2012 pula.
Lama tak terdengar kabarnya, terakhir berkabar dua tahun silam saat masa akhir praktek pelatihan di Lombok, lalu dia wanti-wanti kalau kudu berkabar jikalau ke wilayahnya lagi. Biasanya kadang- walau sangat jarang- istrinya meninggalkan komentar di media Facebook, sekalian mengabarkan tentang mas Adi. Tapi tak ada komentar lagi, ternyata kata mas Adi telah lama akunnya seaktif. Oh, pantas saja.
Saya dijemput seusai magrib yang gerimis naik motor. Saat menanyakan mau kemana, langsung saja saya ajak untuk silaturahmi ke kedai gultik di atas. Setelah puas makan, putar-putar kota Mataram sebelum akhirnya mampir sejenak di kedai kopi. Pesan latte yang rasanya enak, sungguh.
Jadi begitulah, diantar balik lagi ke penginapan, sembari bercerita tentang pekerjaan dan kopi dan tentang apa saja yang menyenangkan. Begitulah asiknya punya kawan yang masih ingat walaupun jejak pertemuannya sangat singkat sebelumnya. Lebih-lebih kawan yang ilmunya lebih baik, jadi bisa diambil untuk bahan pelajaran hidup.
Demikianlah.
Komentar
Posting Komentar