Sebelum bercerita tentang isi bukunya, marilah mengenang masa bertemu Elia, pengarang buku itu. Rasanya sekitar tahun 2016-2017, malam hari di sebuah warung Mie Ongklok di pinggir jalan Magelang, Jogja. Saat itu Elia dalam rangka mengunjungi saudaranya yang sedang bekerja di sebuah rumah di daerah yang dikelilingi area persawahan. Oh ada juga Pito yang juga sedang sibuk mengejar tenggat kerjaannya kala itu.
Anak muda itu bercerita (cukup banyak) tentang hidup dan banyak hal. Herannya dia mau saja menjawab hal-hal apapun yang saya tanyakan. Lalu ujug-ujug saya dikasih tas selempang dari kulit asli, yang masih saya simpan sampai saat ini.
Entah kapan kemudian saya membeli dan membaca buku karya pertamanya: Pantai Kupu-Kupu, karya yang menurutnya kurang sesuai harapan setelah lewat meja editor. Persisnya saya lupa.
Nah tahun ini, tiba-tiba ada kabar kalau anak muda itu menerbitkan bukunya lagi, kumpulan cerita tepatnya, yang ada kemiripan dalam permainan kata di judul. Yaitu kata berulang. Kata Kelopak-kelopak, mengingatkan saya pada kata Kupu-kupu, novel pertamanya.
Seperti judulnya; Kelopak-kelopak Mawar, bercerita tentang nama seorang perempuan. Nama yang sama namun beda karakter di setiap babnya. Kecuali dua bagian cerita terakhir yang tokohnya adalah Mawar yang sama.
Ada beberapa benang merah yang mengaitkan beberapa cerita di buku itu, yaitu tragedi dan kematian. Serta beberapa sudut tempat di Bali, tempat bermukim Elia sekarang. Singkatnya bertutur tentang cinta, realita dan semesta yang tak kasat mata.
Semua bagian kelopak mawar selalu membuat saya bertanya dan menebak-nebak kemana arah cerita sang Mawar di bagian tersebut. Sampai akhirnya menimbulkan kekaguman akan imajinasi di atas layer dunia nyata, dan sebuah runut kelogisan yang disusun dengan rapi.
Mawar sebagai tokoh sentral benar-benar menjadi 'mawar' yang utuh saat kelopak-kelopak itu terpasang utuh di tangkainya. Yaitu perenungan akan makna hidup, yang seringkali tidak seindah bunga mawar itu sendiri.
Mungkin benar apa kata Khalil Gibran, bahwa..
the optimist sees the rose and not its thorns; the pessimist stares at the thorns, oblivious to the rose.
Setelah menamatkan Kelopak-kelopak Mawarnya Elia Bintang.. sepertinya aku adalah si pesimis..
Kisah favoritku sepertinya adalah yang judulnya Selamanya.. ternyata kutipan kisah itu juga yang dijadikan cuplikan di sampul belakang. Tak akan rugi untuk dibaca, utamanya kalau kalian punya rasa iri yang sama, yaitu entah bagaimana proses Elia menyusun kata demi kata hingga nyaman dibaca dan tenggelam di dalam alur kelopak mawarnya.
Oh, satu hal lagi yang menarik. Ilustrasi di dalamnya dibikin oleh sahabat Elia yang juga temen lamaku, yaitu Lea. Satu hal lainnya yang bikin ngiri, entah kapan bisa bikin fiksi lalu dibikinkan ilustrasi juga olehnya.
---
*foto sampul buku dari Gramedia.com
Komentar
Posting Komentar