Langsung ke konten utama

Sistem Yang Membuat Malas

Mungkin, jika sistem kerjaan berjalan dengan baik, aku akan sedikit lebih rajin, tapi bekerja dengan orang yang tujuannya hanyalah uang, uang dan uang jadinya malas.  Lha, buat apa capek-capek mikirin capaian ini itu tapi tak dipedulikan juga, yang dipedulikan cuma uang, uang dan uang.

Aku merasa terusik.

Ini mirip dengan kejadian beberapa tahun silam, saat komputer kantor melambat merayap, dan tak ada lagi yang bisa dilakukan selain menambah sedikit RAM, walau tak banyak membantu.  Minta duit untuk beli sedikit RAM sama pejabat yang bertanggungjawab untuk itu.  Bukannya ditanya gimana kondisi komputer dan pengaruhnya terhadap kerjaan, yang ada malah sebaris pesan: duit untuk beli RAM yangan dihabisin semua ya.

Buset dah, itu anggaran yang sangar terbatas jika pun dimaksimalkan untuk beli peripheral komputer ga akan cukup, malah sempat-sempatnya mikir untuk makan anggaran kantor yang cuma seuprit itu, semoga otakmu melambat kaya komputer yang akhirnya tak banyak terbantu dengan ram yang pas-pasan itu.

Sekarang ya gitu lagi, duh gimana bisa maksimal kerjaan, jika biaya yang sangat pas-pasan masih dipikirin untuk disikat juga.  Orang seperti itu isi otaknya apa sih ya. Hedeh

Komentar

  1. para beliau yang sembarang beliau kenapa kebanyakan seperti itu ya om warm?

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku jg bingung, seakan-akan aji mumpung itu bagus hedeh

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekomendasi Toko & Bengkel Sepeda di Jogja

Sejak 'mengenal' sepeda, beberapa kawan yang sangat mengerti anatomi, morfologi dan histologi sepeda, saya pun memberanikan diri memberi rekomendasi beberapa toko dan bengkel sepeda di Jogja yang harus disambangi dikala sepeda memerlukan perawatan dan penggantian suku cadang. Rekomendasi tempat-tempat ini berdasarkan pertimbangan: harga, kelengkapan ketersediaan suku cadang, hasil seting sepeda dan pengalaman empunya bengkel.  Juga pengalaman beberapa kawan saat membeli spare part ataupun memperbaiki sepedanya.  Rata-rata setiap toko atau tempat yang menyediakan sepeda dan suku cadangnya juga menyediakan tempat dan tenaga untuk seting dan reparasi, tapi tak semua hasilnya bagus.   Bengkel sepeda Rofi (Rahul Bike) ,  pemiliknya adalah teman saya di komunitas sepeda Federal , tapi menurut sejarah awalnya justru beliau akrab dengan sepeda-sepeda keluaran baru.  Hasil seting sepeda mas Rofi ini sudah sangat dapat dipertanggungjawabkan, hal ini bisa dilihat dari jej

..mencoba instal Lubuntu di Lenovo S206

..leptop honey, istri saya itu kondisinya sekarang lumayan amburadul, wifi susah konek, batterynya error - ya kalo ini sih salah saya gara-gara pernah nge-charge kelamaan-,  dan terakhir suka mati-mati sendiri sehabis diinstal ulang sama windows 7 (bajakan). Saya putuskan untuk instal linux saja, kali ini saya instalin Lubuntu, turunan ubuntu dengan pertimbangan spec leptop yang lumayan pas-pasan: RAM cuma 2 Gb dan prosesor yang cuma dual core 1,4 Gb.  Sebenarnya saya pengen nginstalin debian lagi, tapi selain lupa caranya, saya juga pengen nyoba OS yang lain, setelah saya timbang-timbang yang file ISO-nya lumayan kecil ya cuma Lubuntu, cuma sekitar 900-an Mb.  Itu juga lumayan lama downloadnya, cuma ngandelin hotspot dari hape. Setelah dapet iso-nya, bikin bootable di flashdisk pake unetbootin , lalu mencoba instal, berhubung saya termasuk user abal-abal yang taunya instal dan klik sana sini, jadi belum berani instal seluruhnya, takut data yang ada di hardisk keformat seperti

jejak bubin Lantang

jika ditanya salah satu kota yang ingin saya datengin sejak berpuluh tahun yang lalu, jawaban saya pastilah: Bandar Lampung.  Tentu karena nama-nama sudut kota itu lekat di otak saya, gara-gara karya bubin Lantang itulah. dan saya, akhirnya menjejakkan kaki juga di tanah impian itu.  Sengaja dari penginepan, naik gojeg ke Jl. Manggis.  Itu kalo di serial Anak-anak Mama Alin adalah lokasi rumahnya Wulansari- ceweknya 'Ra. Sedangkan di novel Bila, itu adalah jalan tempat kediamannya Puji- ceweknya Fay. di Bila, malah jelas dibilangin nomer rumahnya: empatbelas, ya persis nomer rumah saya dulu di kampung.  Melihat plang nama jalan Manggis saja saya senang tak terkira.   Apalagi habis itu menemukan rumah bernomor 14.  Dan saya baru tau kalo itu rumah pegawai perusahaan kereta api.  Rumah tua memang, persis seperti yang digambarin di buku. Belum cukup senang saya, saat berjalan ke arah barat, ternyata ujung jalan bermuara ke Pasir Gintung! Tempat legendaris yang digambarkan sebaga