Langsung ke konten utama

#48. pak Nunuk

 .. ketiga promotor disertasiku, orangnya sederhana semua, ini yang saya ingat tentang pak Nunuk, begitu beliau biasa dipanggil.  Sosoknya selalu berhasil mengingatkan pada abah saya, tidak banyak bicara, tidak pernah menyusahkan mahasiswanya, fokus pada kerjaannya..

Yang lejen dari beliau adalah, henpon jadulnya yang cuma bisa untuk telpon dan sms, jadi sebuah keberuntungan saat sms atau telponmu kalau cepat dibalas beliau, dan saya salahseorang yang selalu mendapatkan keberuntungan itu. Itu dikarenakan beliau saat itu juga menjabat bagian kerjasama di kampus, selain tentu saja pengajar di tiga strata kuliah.

Satu kalimat yang masih saya ingat waktu menemui beliau untuk konsultasi disertasi saya: " kamu kemana saja?", tapi dengan wajah tetap tersenyum tipis dan lalu menerima begitu saja penelitian saya yang tertunda selesai selama bertahun-tahun.  Begitu saja, tak pernah ada coretan yang berarti, pun waktu ujian, tak ada pertanyaan yang menyulitkan, beliau benar-benar menempatkan diri sebagai pembimbing yang membela mahasiswanya, walau tidak sefrontal pak Ris.

Setelah selesai ujian, saya bermaksud memberi beliau kenang-kenangan berupa hiasan dinding.  Susah sekali menemukan informasi lokasi rumahnya.  Setelah mendapatkan info, saya pun akhirnya biasa menemukan rumahnya yang rimbun dan nyempil di sebuah gang sempit di sekitar Jl. Magelang.  Hal yang sepertinya tak masalah, karena beliau biasa naik motor ke kampus.  Lulusan luar negeri seperti beliau euy.

Itu pun pas saya tidak berhasil menemui beliau di rumahnya, terpaksa nitip ke tetangga, yang bilang tak janji beliau bisa menerima pemberian itu. Duh, salut, pak.

Tidak seperti sebelumnya waktu S2 di Surabaya, memang.  Dulu aku tau persis latar belakang dosen-dosen pembimbingku, bahkan latar belakang dosen-dosen pengajar lainnya pun aku cari tahu. Entahlah dengan promotor sendiri aku saat itu tidak begitu ngerti, selain promotor utamaku tentu saja- siapa yang tidak kenal pak Awang di kampus.  Nanti selanjutnya saya akan bercerita tentang beliau.

Lain waktu, mungkin saya juga akan bercerita (lagi) tentang dua pembimbing tesisku waktu di surabaya.  Juga mungkin nanti tentang kedua pembimbing skripsiku waktu kuliah di Banjarbaru.  Juga tentang guru-guru lainnnya di sepanjang hidupku.

Komentar

  1. wow.. dosen yang langka.. enggan menerima hadiah dari mahasiswanya.. salut..

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, mas. sederhananya mereka itu bener-bener panutan

      Hapus
  2. senangnya dapat teladan dari dosen macam beliau-beliau ini. nanti jadi dosen ambil yang baik-baik ya bah.

    BalasHapus
    Balasan
    1. baiklah, wahai calon mahasiswi, smoga jg ntar dapet dosen pembimbing yg seperti beliau hehe

      Hapus
  3. Seneng banget baca seri tentang guru2 om warm ini :D

    bikin adem :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. suwun bu guru, belum ada saya tambahin lg nih, mood naik turun kalo nulis payah haha

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekomendasi Toko & Bengkel Sepeda di Jogja

Sejak 'mengenal' sepeda, beberapa kawan yang sangat mengerti anatomi, morfologi dan histologi sepeda, saya pun memberanikan diri memberi rekomendasi beberapa toko dan bengkel sepeda di Jogja yang harus disambangi dikala sepeda memerlukan perawatan dan penggantian suku cadang. Rekomendasi tempat-tempat ini berdasarkan pertimbangan: harga, kelengkapan ketersediaan suku cadang, hasil seting sepeda dan pengalaman empunya bengkel.  Juga pengalaman beberapa kawan saat membeli spare part ataupun memperbaiki sepedanya.  Rata-rata setiap toko atau tempat yang menyediakan sepeda dan suku cadangnya juga menyediakan tempat dan tenaga untuk seting dan reparasi, tapi tak semua hasilnya bagus.   Bengkel sepeda Rofi (Rahul Bike) ,  pemiliknya adalah teman saya di komunitas sepeda Federal , tapi menurut sejarah awalnya justru beliau akrab dengan sepeda-sepeda keluaran baru.  Hasil seting sepeda mas Rofi ini sudah sangat dapat dipertanggungjawabkan, hal ini bisa dilihat dari jej

..mencoba instal Lubuntu di Lenovo S206

..leptop honey, istri saya itu kondisinya sekarang lumayan amburadul, wifi susah konek, batterynya error - ya kalo ini sih salah saya gara-gara pernah nge-charge kelamaan-,  dan terakhir suka mati-mati sendiri sehabis diinstal ulang sama windows 7 (bajakan). Saya putuskan untuk instal linux saja, kali ini saya instalin Lubuntu, turunan ubuntu dengan pertimbangan spec leptop yang lumayan pas-pasan: RAM cuma 2 Gb dan prosesor yang cuma dual core 1,4 Gb.  Sebenarnya saya pengen nginstalin debian lagi, tapi selain lupa caranya, saya juga pengen nyoba OS yang lain, setelah saya timbang-timbang yang file ISO-nya lumayan kecil ya cuma Lubuntu, cuma sekitar 900-an Mb.  Itu juga lumayan lama downloadnya, cuma ngandelin hotspot dari hape. Setelah dapet iso-nya, bikin bootable di flashdisk pake unetbootin , lalu mencoba instal, berhubung saya termasuk user abal-abal yang taunya instal dan klik sana sini, jadi belum berani instal seluruhnya, takut data yang ada di hardisk keformat seperti

jejak bubin Lantang

jika ditanya salah satu kota yang ingin saya datengin sejak berpuluh tahun yang lalu, jawaban saya pastilah: Bandar Lampung.  Tentu karena nama-nama sudut kota itu lekat di otak saya, gara-gara karya bubin Lantang itulah. dan saya, akhirnya menjejakkan kaki juga di tanah impian itu.  Sengaja dari penginepan, naik gojeg ke Jl. Manggis.  Itu kalo di serial Anak-anak Mama Alin adalah lokasi rumahnya Wulansari- ceweknya 'Ra. Sedangkan di novel Bila, itu adalah jalan tempat kediamannya Puji- ceweknya Fay. di Bila, malah jelas dibilangin nomer rumahnya: empatbelas, ya persis nomer rumah saya dulu di kampung.  Melihat plang nama jalan Manggis saja saya senang tak terkira.   Apalagi habis itu menemukan rumah bernomor 14.  Dan saya baru tau kalo itu rumah pegawai perusahaan kereta api.  Rumah tua memang, persis seperti yang digambarin di buku. Belum cukup senang saya, saat berjalan ke arah barat, ternyata ujung jalan bermuara ke Pasir Gintung! Tempat legendaris yang digambarkan sebaga