bagian terakhir, tentang orangtua, yang saya panggil abah dan mama. di kampung saya memang panggilan untuk orangtua begitu.
abah.
beliau adalah orang paling serbabisa yang pernah saya kenal, pinter main gitar dan biola, kidal dan sangat idealis` hal terakhir yang membuat abah akhirnya memutuskan untuk pensiun dini dari pekerjaannya karena tidak berkesesuaian lagi dengan tempat kerjanya. awal bekerja (formal) abah adalah seorang guru, yang juga ngajar di SMP 13 tempat saya sekolah, di sana dikenal sebagai guru yang serius dan tegas, tapi juga tak pernah mau hadir pas upacara bendera. tapi saya pikir passion abah sebenarnya adalah memperbaiki sesuatu dan bertukang.
memang sepulang ngajar, profesi abah di rumah adalah tukang servis elektronik, begitu biasa disebut, sampai-sampai pernah buka toko service di pasar 3 km dari rumah, walau akhirnya tutup tentu saja, plang di belakanag rumah itu adalah bukti bahwa toko itu pernah cukup berjaya pada masanya.
sedangkan bertukang, memang kerjaan abah sangat rapi dalam bikin apapun, pernah dalam suatu masa, semua lemari di semua kamar di rumah adalah bikinan beliau, selain itu ilmu agama abah sangat kuat, NU tulen, dan tentu ngajinya bagus sekali.
selain itu saya rasa abah bertangan dingin dalam hal tanam menanam, apapun yang beliau tanam di pekarangan rumah tampaknya tumbuh dengan baik, pernah nanem mangga buahnya malah lebih gede dari ukuran standar, nanem kalapa juga subur, terakhir beliau bereksprimen nanem anggur, juga tumbuh dengan lebat, sayangnya karena kondisi tanah di pekarangan dan sekitar rumah yang cenderug asam berpengaruh sekali pada buahnya, yang padahal juga cukup lebat.
satua lagi, dalam hal memancing saya cuma bisa geleng-geleng kepala, di tempat yang menurut saya sepi dan tak ada ikannya, tetap saja kailnya mendapatkan mangsa.
bagian abah yang tampaknya menurun ke saya adalah soal idealis, walau mungkin saya masih tak bisa sekeraskepala beliau. pernah waktu dulu ngajar di SMP saya abah ngasih wejangan yanga masih saya ingat sampai sekarang : " di rumah status kita memang abah-anak, tapi di sekolah adalah guru-murid". Dan itu dibuktikan dengan tak ragu-ragu ngasih saya nilai 3, iya tiga, di salahsatu mata pelajaran karena ga mampu menjawab semua pertanyaan pas ulangan dadakan.
mungkin itu saja sekilas tentang abah.
.
mama.
beliau sudah wafat pada tanggal 13 januari, dua tahun yang lalu. tepat setahun setelah menghadiri ujian disertasi saya. mama yang kadang-kadang masih saja mengirimi saya uang bahkan saat saya sedang studi S3, walaupun tak seberapa, tapi selalu membuat saya merasa bersalah, soalnya harusnya saya yang mengirimi beliau uang, tapi ya begitulah mama..
beliau lulusan Sekolah Pendidikan Guru, ngajar di sekolah dasar sejak awal bekerja sampai pensiun. Pola pikir beliau sangatlah sederhana, tak pernah memikirkan dan punya keinginan macam-macam, selain menjalani hidup yang mengalir. Bagian inilah yang saya pikir ada di diri saya sekarang.
Setelah pensiun, kerjaan beliau ya mendampingi abah kemana-mana, bahkan kalau abah ingin mengunjungi anak-anaknya, mama tak pernah absen. Makanya keliatan sekali abah yang dulunya begitu kuat terlihat sangat down kala mama pergi.
Dulu, mama dulu adalah tempat saya mengadu dan minta ijin kalau ingin mandi hujan, soalnya untuk main-main begitu susah untuk minta ijin sama abah.
Yang jelas, mama adalah nyawa di rumah kami, makanya pas beliau sudah tiada, rumah tempat saya dibesarkan sedari kecil itu terasa sekali bedanya, rasanya hampa sekali. Tak ada lagi yang selalu sibuk memasak di dapur mempersiapkan makan siang tatkala saya datang berkunjung, tak ada lagi seseorang yang selalu berhasil membuat saya berpikir kalau dunia ini akan selalu baik-baik saja.
Saya jadi kangen beliau lagi :(
.
Udah deh, itu aja.
"di rumah status kita memang abah-anak, tapi di sekolah adalah guru-murid"
BalasHapusAyah yang hebat ��
iya, paman. suwun
Hapus