kota Jember adalah kota yang unik, kota yang rasanya hidup dalam diam, tenang dan tidak terlalu ingin bergegas. Hal itu yang saya simpulkan saat berjalan kaki menyusuri ruas jalan Samanhudi bebreapa hari yang lalu, sesuai saran dari seorang (lagi-lagi) mas Nuran yang memang asli dari kota kecil itu. Kota yang namanya tak seterkenal Banyuwangi di jaman dulu. Orang kenal Jember pasti gara-gara mas Anang Kidnap Katrina dan sekarang akibat event festival pakaiannya itu.
Saya sih kalau inget Jember pasti inget akan mas Nuran dan mb Fay, salah dua orang pintar yang pernah saya kenal, dua-duanya alumnus Universitas Jember dan penggiat forum penulis Tegalboto atau apalah namanya itu.
Kota kecil yang tenang, tapi sedikit menyebalkan karena di pusat kota diterapkan kebijakan satu arah pada beberapa lajur jalan, jadi mirip labirin di pikiran saya. Di luar itu, menyenangkan untuk bahkan sekedar berjalan kaki di pagi atau sore hari. Dan tiga hari saya berlalu begitu saja, tanpa sempat berjalan ke tempat wisata manapun di sekitarnya, dan memang saya akhir-akhir ini kehilangan minat untuk eksplore tempat-tempat wisata mainstream. Cuma pengen jalan kaki mengamati sekeliling, sambil sesekali apdet google review hehe.
Yang sedikit lucu mungkin, para penghuni kota itu fanatik sama satu merek motor metik, nyaris dimana-mana ada merek motor metik yang relatif kecil itu, yang ya tetaplah metik, not my type.
Dan ohya, saya juga bertemu toko kaset langganan mas Nuran di masa lampau itu, sayang saya jalannya pagi, jadi ngga tau itu toko masih buka apa tidak. Juga menyusuri ruas jalan yang diceritakan beliau di postingannya, dan itu hanyalah membuktikan pada otak saya bahwa selalu ada sudut-sudut tempat yang enggan beranjak dari masa jayanya. Saya jadi ingin mengelilingi dan memotret lebih banyak lagi tentang kota tempat saya tinggal sekarang.
Saya sih kalau inget Jember pasti inget akan mas Nuran dan mb Fay, salah dua orang pintar yang pernah saya kenal, dua-duanya alumnus Universitas Jember dan penggiat forum penulis Tegalboto atau apalah namanya itu.
Kota kecil yang tenang, tapi sedikit menyebalkan karena di pusat kota diterapkan kebijakan satu arah pada beberapa lajur jalan, jadi mirip labirin di pikiran saya. Di luar itu, menyenangkan untuk bahkan sekedar berjalan kaki di pagi atau sore hari. Dan tiga hari saya berlalu begitu saja, tanpa sempat berjalan ke tempat wisata manapun di sekitarnya, dan memang saya akhir-akhir ini kehilangan minat untuk eksplore tempat-tempat wisata mainstream. Cuma pengen jalan kaki mengamati sekeliling, sambil sesekali apdet google review hehe.
Yang sedikit lucu mungkin, para penghuni kota itu fanatik sama satu merek motor metik, nyaris dimana-mana ada merek motor metik yang relatif kecil itu, yang ya tetaplah metik, not my type.
Dan ohya, saya juga bertemu toko kaset langganan mas Nuran di masa lampau itu, sayang saya jalannya pagi, jadi ngga tau itu toko masih buka apa tidak. Juga menyusuri ruas jalan yang diceritakan beliau di postingannya, dan itu hanyalah membuktikan pada otak saya bahwa selalu ada sudut-sudut tempat yang enggan beranjak dari masa jayanya. Saya jadi ingin mengelilingi dan memotret lebih banyak lagi tentang kota tempat saya tinggal sekarang.
Bangunan-bangunan lawasnya menarik banget ya Jember ini... Sekali waktu pas ke Jember, saya sama kawan saya namanya Syukron pernah tidur di trotoar depan ruko, seberang masjid besar yang dekat alun-alun, cuma beralaskan mantol... untung nggak diciduk satpol PP. Duh Gusti, kok segitu banget ya dulu...
BalasHapus