berulangkali aku berpikir, rasanya kota ini- mungkin lebih tepatnya provinsi ini, tempat aku tinggal sejak lahir, adalah tempat yang paling tidak mempunyai cita rasa seni di negeri ini.
mungkin akibat dulu dibuai oleh kekayaan alamnya, hutan yang hijau dan lebat, yang setelah dihabiskan entah oleh siapa, kemudian terbuai oleh batubara yang entah kenapa banyak sekali bermukim di bumi ini. Kemudian setelah batuhitam itu tak begitu menggoda, ramai-ramai orang menanam tanaman yang konon rakus air, sawit.
aku pikir, karena apa-apa sudah tersedia dan murah, maka tak banyak yang berusaha membuat kreasi apapun atas hidup, diam tak berbuat apa-apapun di sini sudah bisa hidup. Beda dengan di pulau seberang, yang sepertinya manusia akan mati jika tak bergerak.
anehnya, juga tak ada alam yang benar-bernar perwujudan citarasa yang cukup tinggi. Sepertinya Sang Pencipta tak tertarik menciptakan sudut-sudut yang cukup bagus digunakan untuk bersantai. Taman Nasional tak punya, pantai keruh kecoklatan, air terjun tiada yang terlalu tinggi, sungai juga diabaikan- selain tetap saja menjadi tempat favorit untuk membuang berbagai jenis sampah.
Akhir-akhir ini, memang ada beberapa tempat wisata yang cukup memanjakan mata, sampai aku menyadari bahwa, dulu yang namanya tamasya adalah hal kesekian yang diperlukan dalam hidup, selain makan, bekerja dan sekolah. Bukan bagian penting dari budaya wilayah yang berpikiran sederhana ini.
tapi, bagaimanapun, aku cukup betah hidup di sini. kalaupun ingin melihat daerah yang berseni lumayan, tinggal jalan-jalan. Sesederhana itu.
mungkin akibat dulu dibuai oleh kekayaan alamnya, hutan yang hijau dan lebat, yang setelah dihabiskan entah oleh siapa, kemudian terbuai oleh batubara yang entah kenapa banyak sekali bermukim di bumi ini. Kemudian setelah batuhitam itu tak begitu menggoda, ramai-ramai orang menanam tanaman yang konon rakus air, sawit.
aku pikir, karena apa-apa sudah tersedia dan murah, maka tak banyak yang berusaha membuat kreasi apapun atas hidup, diam tak berbuat apa-apapun di sini sudah bisa hidup. Beda dengan di pulau seberang, yang sepertinya manusia akan mati jika tak bergerak.
anehnya, juga tak ada alam yang benar-bernar perwujudan citarasa yang cukup tinggi. Sepertinya Sang Pencipta tak tertarik menciptakan sudut-sudut yang cukup bagus digunakan untuk bersantai. Taman Nasional tak punya, pantai keruh kecoklatan, air terjun tiada yang terlalu tinggi, sungai juga diabaikan- selain tetap saja menjadi tempat favorit untuk membuang berbagai jenis sampah.
Akhir-akhir ini, memang ada beberapa tempat wisata yang cukup memanjakan mata, sampai aku menyadari bahwa, dulu yang namanya tamasya adalah hal kesekian yang diperlukan dalam hidup, selain makan, bekerja dan sekolah. Bukan bagian penting dari budaya wilayah yang berpikiran sederhana ini.
tapi, bagaimanapun, aku cukup betah hidup di sini. kalaupun ingin melihat daerah yang berseni lumayan, tinggal jalan-jalan. Sesederhana itu.
Komentar
Posting Komentar