..saya selalu meyakini, bahwa kepemimpinan itu adalah mengenai seni dan bakat seseorang, bagaimana pun dipelajari tak akan pernah bisa dilakukan dengan baik. Kalau ada yang bilang: kan manusia dilahirkan sebagai khalifah di muka bumi ini. Iya, itu benar, tapi kadar kepemimpinan manusia itu beda-beda, ada yang cuma mampu RT, Desa, Lembaga, dan ada yang mimpin satu negara. Padahal yang paling susah ya mimpin diri sendiri.
Dulu, salah satu unsur tesis saya adalah kemimpinan, terkait dengan kerjaan, walaupun ga sepenuhnya murni neliti tentang leadership-nya, karena benar kata pembimbing saya, kepemimpinan sulit untuk dinilai secara langsung, lebih-lebih dikuantifikasi. Sebuah konstruk yang dapat lumayan terukur lewat analisa multivariat, itupun saya selalu menyangsikan validitasnya, lebih-lebih dulu sempat ragu karena yang menjadi objek riset adalah kepala kantor. Untunglah hasilnya cuku valid dan reliabel.
Lah, malah nostalgia soal penelitian hehe. Kembali ke paragraf awal.
Intinya gitu, bagaimanapun seseorang paham dan mempelajari teori-teori kemimpinan, saat prakteknya ga bakal bagus kalau tak mempunyai jiwa memimpin, lebih-lebih tak ada bakat, jadi maksa. Lembaga apapun yang dipimpinnya tak bakal begitu bagus, kalaupun bagus, mungkin karena ada unsur arogansi, semua berdasarkan perintah, semua bawahan adalah hamba. Tapi menurutku itu adalah penguasa, semua atas kehendaknya dan menuruti apa maunya.
Pemimpin yang baik ya ngga bakal gitu, mesti relatif lebih terbuka, menerima masukan, mengerti masalah akar rumput, menerima dirinya sebagai bagian dari lembaga, bukan malah lembaga yang kudu mengikuti apapun maunya.
Ada nilai-nilai kompromi yang bisa dibicarakan, dan ada tujuan lembaga yang harus ditegaskan. Mungkin begitu baiknya.
Dan setelah saya mikir dan menuliskan hal ini, saya pun menyadarai, saya ga punya dua hal di atas itu: seni dan bakat. Yha. Berat sekali bahasan pagi ini.
Dulu, salah satu unsur tesis saya adalah kemimpinan, terkait dengan kerjaan, walaupun ga sepenuhnya murni neliti tentang leadership-nya, karena benar kata pembimbing saya, kepemimpinan sulit untuk dinilai secara langsung, lebih-lebih dikuantifikasi. Sebuah konstruk yang dapat lumayan terukur lewat analisa multivariat, itupun saya selalu menyangsikan validitasnya, lebih-lebih dulu sempat ragu karena yang menjadi objek riset adalah kepala kantor. Untunglah hasilnya cuku valid dan reliabel.
Lah, malah nostalgia soal penelitian hehe. Kembali ke paragraf awal.
Intinya gitu, bagaimanapun seseorang paham dan mempelajari teori-teori kemimpinan, saat prakteknya ga bakal bagus kalau tak mempunyai jiwa memimpin, lebih-lebih tak ada bakat, jadi maksa. Lembaga apapun yang dipimpinnya tak bakal begitu bagus, kalaupun bagus, mungkin karena ada unsur arogansi, semua berdasarkan perintah, semua bawahan adalah hamba. Tapi menurutku itu adalah penguasa, semua atas kehendaknya dan menuruti apa maunya.
Pemimpin yang baik ya ngga bakal gitu, mesti relatif lebih terbuka, menerima masukan, mengerti masalah akar rumput, menerima dirinya sebagai bagian dari lembaga, bukan malah lembaga yang kudu mengikuti apapun maunya.
Ada nilai-nilai kompromi yang bisa dibicarakan, dan ada tujuan lembaga yang harus ditegaskan. Mungkin begitu baiknya.
Dan setelah saya mikir dan menuliskan hal ini, saya pun menyadarai, saya ga punya dua hal di atas itu: seni dan bakat. Yha. Berat sekali bahasan pagi ini.
Komentar
Posting Komentar