Akhir tahun 2009 adalah hal yang tak terduga, usulan untuk melanjutkan sekolah saya disetujui oleh kantor. Masalahnya adalah, pendaftaran sekolah untuk semester ganjil rata-rata sudah ditutup di bulan Agustus. Tetapi sesuai rencana awal, akhirnya saya memutuskan untuk tetap mendaftar ke Brawijaya, kemudian sempat ikut TPA dan TOEFL disitu, sebelum akhirnya memutuskan untuk mundur.
Mundur karena dua hal: yang pertama, biaya sekolah disana naik secara signifikan gara-gara akreditasinya yang konon jadi A. Hitungan sekilas tampaknya beasiswa ga bakal nutup hidup disitu selama setahun. Kemudian alasan yang kedua, sya di PHP-in seorang teman, yang awalnya janji mau ngebantuin soal kos selama di Malang, tapi menjelang hari H katanya sudah dipake orang lain. Baiklah, ga masalah juga sih sebenarnya soal ini. Tapi dijanjiin bertahun-tahun untuk kemudian dibatalkan itu kan sungguh nganu.
Batal ke Malang, saya memutuskan untuk nyoba balik ke almamater tercinta Airlangga, tapi katanya tidak buka pendaftaran untuk semester genap, mikir alternatif lain ke Bogor juga ngga buka, ke Depok saya belum cukup mental. Sampai akhirnya Abdi, seorang sahabat yang sedang sekolah di Jogja memberi saran untuk mendaftarkan diri saja ke jurusan yang sedang dia ikuti.
Akhirnya lapor kantor, lalu disetujui, kemudian saya mendaftarkan diri, dan ternyata diterima. Saya masih ingat saat datang ke Jogja di awal 2010 tanpa sempat berpikir macam-macam, saya pikir tak sempat mengikuti kuliah semester itu karena jadwal kuliah sudah telat dua mingguan. Ternyata kata ketua jurusan masih bisa dan sempat. Buru-buru pulang ke rumah lagi, karena saat itu ngga kebayang langsung diterima jadi cuma bawa ransel kecil semacam orang mau melancong saja.
Semuanya begitu mendadak, tiba-tiba saya sudah sekolah lagi, ngekos lagi di tempat Abdi. Sahabat yang ngedukung saya abis-abisan selama di Jogja, sampai kos saya dibayarin setengah tahun sama dia coba, belum lagi proses pendaftaran yang lancar dengan bantuannya. Padahal dia sendiri saat itu sedang dirundung beberapa masalah menjelang ujian akhirnya.
Begitulah, sampai tak terasa semester awal terlampaui, walau diakhiri dengan sakit beberapa hari menjelang ujian, yang menyebabkan saya harus pulang dan ijin untuk menunda ujian beberapa mata kuliah.
Semester berikutnya, seorang dosen nawarin untuk ikut penelitiannya yang nanti hasil risetnya adalah berupa tugas akhir sebagai syarat kelulusan. Saya lapor, submit jadi anggota timnya. Awalnya memang disetujui, sampai-sampai saya ngambil mata kuliah khusus yang diampunya, sampai akhirnya di akhir semester dia berubah pikiran, meragukan saya haha yaudah akhirnya saya ganti dosen pembimbing. Ganti topik riset lagi.
Materi kuliah memang cuma ada dua semester, sisanya ya ngurusin penelitian, kemudian melaporkannya dalam bentuk tulisan untuk kemudian dipertahankan di sidang akhir yang akan saya hadapi enam hari lagi. Sesederhana itu sebenarnya. Harusnya sekitar tiga tahun bisa terselesaikan, tapi nyatanya saya perlu waktu lebih dari dua kali lipat waktu normal.
Saya seringkali bilang ke teman-teman, kalau keterlambatan lulusnya seseorang saat sekolah itu bukan gara-gara sistem, atau salahnya dosen, atau apapun. Semua adalah kesalahan yang bersangkutan, sistem bisa disiasati, dosen bisa diajak ngobrol. Apapun masalah harusnya ada jalan keluar, malas mencari jalan keluar itulah masalah sesungguhnya.
Perjalanan panjang saya saat kuliah S1 selama tigabelas semester rupanya masih belum cukup untuk dijadikan pelajaran, nah sampai bagian ini, saya mesti menarik napas panjang, lalu pelan-pelan rasa malu datang. Tapi yasudahlah, niat awal saya nulis ini kan biar bisa dijadikan catatan untuk diri saya sendiri, yang seringkali tak mau berubah menjadi baik. Juga mungkin sebagai penyemangat bagi yang sedang sama-sama berjuang sekolah demi masa depan dan menemukan masalah di sepanjang perjalanan.
Masalah bakal selalu ada, cara menghadapinya itu yang seringkali saya lalai. Bagian terburuknya adalah, seringkali saat menemui masalah, bukannya dihadapi tapi malah dihindari. Kesalahan fatal.
Oh iya, saat pertamakali konsultasi dengan dosen pembimbing, saya masih ingat salah satu petuahnya:
Awalnya saya menganggap itu adalah petuah biasa, tapi menurut saya ada benarnya. Iklim di Jogja sangat beda dengan waktu saya di Surabaya, di sini jargon everyday is sunday benar-benar terasa. Suasananya bikin hanyut, etapi sekali lagi jangan salahkan Jogja yang memang nyaman sedari dulu kala, yang tak bisa mensiasati hidup disini itulah yang salah, termasuk saya lah tentu. Larut dalam hidup disini, literally..
Setahun lebih berlalu, proposal riset saya buntu, belum fix juga, sampai akhirnya keluarga saya nyusul ke Jogja, kebetulan honey, istri saya juga dapet beasiswa dari kantornya dan keterima di Universitas yang sama, cuma beda fakultas. rencana awalnya sih nanti lulusnya bisa bareng trus pulang kampung bareng. Tapi manusia memang bisanya cuma bikin rencana..
(bersambung)
Mundur karena dua hal: yang pertama, biaya sekolah disana naik secara signifikan gara-gara akreditasinya yang konon jadi A. Hitungan sekilas tampaknya beasiswa ga bakal nutup hidup disitu selama setahun. Kemudian alasan yang kedua, sya di PHP-in seorang teman, yang awalnya janji mau ngebantuin soal kos selama di Malang, tapi menjelang hari H katanya sudah dipake orang lain. Baiklah, ga masalah juga sih sebenarnya soal ini. Tapi dijanjiin bertahun-tahun untuk kemudian dibatalkan itu kan sungguh nganu.
Batal ke Malang, saya memutuskan untuk nyoba balik ke almamater tercinta Airlangga, tapi katanya tidak buka pendaftaran untuk semester genap, mikir alternatif lain ke Bogor juga ngga buka, ke Depok saya belum cukup mental. Sampai akhirnya Abdi, seorang sahabat yang sedang sekolah di Jogja memberi saran untuk mendaftarkan diri saja ke jurusan yang sedang dia ikuti.
Akhirnya lapor kantor, lalu disetujui, kemudian saya mendaftarkan diri, dan ternyata diterima. Saya masih ingat saat datang ke Jogja di awal 2010 tanpa sempat berpikir macam-macam, saya pikir tak sempat mengikuti kuliah semester itu karena jadwal kuliah sudah telat dua mingguan. Ternyata kata ketua jurusan masih bisa dan sempat. Buru-buru pulang ke rumah lagi, karena saat itu ngga kebayang langsung diterima jadi cuma bawa ransel kecil semacam orang mau melancong saja.
Semuanya begitu mendadak, tiba-tiba saya sudah sekolah lagi, ngekos lagi di tempat Abdi. Sahabat yang ngedukung saya abis-abisan selama di Jogja, sampai kos saya dibayarin setengah tahun sama dia coba, belum lagi proses pendaftaran yang lancar dengan bantuannya. Padahal dia sendiri saat itu sedang dirundung beberapa masalah menjelang ujian akhirnya.
Begitulah, sampai tak terasa semester awal terlampaui, walau diakhiri dengan sakit beberapa hari menjelang ujian, yang menyebabkan saya harus pulang dan ijin untuk menunda ujian beberapa mata kuliah.
Semester berikutnya, seorang dosen nawarin untuk ikut penelitiannya yang nanti hasil risetnya adalah berupa tugas akhir sebagai syarat kelulusan. Saya lapor, submit jadi anggota timnya. Awalnya memang disetujui, sampai-sampai saya ngambil mata kuliah khusus yang diampunya, sampai akhirnya di akhir semester dia berubah pikiran, meragukan saya haha yaudah akhirnya saya ganti dosen pembimbing. Ganti topik riset lagi.
Materi kuliah memang cuma ada dua semester, sisanya ya ngurusin penelitian, kemudian melaporkannya dalam bentuk tulisan untuk kemudian dipertahankan di sidang akhir yang akan saya hadapi enam hari lagi. Sesederhana itu sebenarnya. Harusnya sekitar tiga tahun bisa terselesaikan, tapi nyatanya saya perlu waktu lebih dari dua kali lipat waktu normal.
Saya seringkali bilang ke teman-teman, kalau keterlambatan lulusnya seseorang saat sekolah itu bukan gara-gara sistem, atau salahnya dosen, atau apapun. Semua adalah kesalahan yang bersangkutan, sistem bisa disiasati, dosen bisa diajak ngobrol. Apapun masalah harusnya ada jalan keluar, malas mencari jalan keluar itulah masalah sesungguhnya.
Perjalanan panjang saya saat kuliah S1 selama tigabelas semester rupanya masih belum cukup untuk dijadikan pelajaran, nah sampai bagian ini, saya mesti menarik napas panjang, lalu pelan-pelan rasa malu datang. Tapi yasudahlah, niat awal saya nulis ini kan biar bisa dijadikan catatan untuk diri saya sendiri, yang seringkali tak mau berubah menjadi baik. Juga mungkin sebagai penyemangat bagi yang sedang sama-sama berjuang sekolah demi masa depan dan menemukan masalah di sepanjang perjalanan.
Masalah bakal selalu ada, cara menghadapinya itu yang seringkali saya lalai. Bagian terburuknya adalah, seringkali saat menemui masalah, bukannya dihadapi tapi malah dihindari. Kesalahan fatal.
Oh iya, saat pertamakali konsultasi dengan dosen pembimbing, saya masih ingat salah satu petuahnya:
kuliah di Jogja itu hati-hati lho mas, bisa bikin hanyut lalu lupa waktu, tapi bagaimanapun, mau cepet atau santai itu tergantung dirimu bagaimana menyikapinya
Awalnya saya menganggap itu adalah petuah biasa, tapi menurut saya ada benarnya. Iklim di Jogja sangat beda dengan waktu saya di Surabaya, di sini jargon everyday is sunday benar-benar terasa. Suasananya bikin hanyut, etapi sekali lagi jangan salahkan Jogja yang memang nyaman sedari dulu kala, yang tak bisa mensiasati hidup disini itulah yang salah, termasuk saya lah tentu. Larut dalam hidup disini, literally..
Setahun lebih berlalu, proposal riset saya buntu, belum fix juga, sampai akhirnya keluarga saya nyusul ke Jogja, kebetulan honey, istri saya juga dapet beasiswa dari kantornya dan keterima di Universitas yang sama, cuma beda fakultas. rencana awalnya sih nanti lulusnya bisa bareng trus pulang kampung bareng. Tapi manusia memang bisanya cuma bikin rencana..
(bersambung)
Dari paragraf, sy kuliah s1 13 semester belum bisa dijadikan pembelajaran, sama persis dengan sya hahaha.. sy s1 juga 13 semester..
BalasHapusMengenai kuliah di Jogja, sy udah mundur teratur dengan berbagai pertimbangan. Kemudian sy berniat pilih Undip, dan itupun ga jadi. Terakhir sy balik ke almamater sy dengan pertimbangan lokasi dan keluarga. Alhamdulillah, saya lalui itu pas sesuai target. Soalnya bukan knapa knapa, sy kuliah di sponsorin cuma 4 semester, kalau lewat, talangin sendiri, kl DO, balikin semua yg udah diterima. Ini yg bikin sy mati gaya.. Belum malunya itu pas balik lagi ke kantor.. Hahaha..
Pokoknya semangat saja mas. Semoga saja dalam urusan studi mas bersama istri lancar terus dan selesai sesuai target..Amin
Wah keren sekali kalo segala hal sebelum nerusin sekolah lg jd pertimbangan yg matang. Harusnya emang gitu mas. Waktu di Surabaya dulu saya jg mikir dgn benar kyk masnya, juga gara2 sponsor yg cuma 2 th, kelanjutannya di jogja ini yg banyak di luar ekspektasi awal hehe nantilah diceritakan di sambungannya lg 😬
HapusKalau mengingat film BiG Hero 6 yang tadi pagi saya tonton sama bocil, kebuntuan itu bisa dipecahkan dengan posisi terbalik (tokoh utama diangkat kakaknya, trus badannya jadi terbalik). Bisa dicoba mungkin mas, siapa tau kebuntuannya jebol, jadi lancar....
BalasHapusSemangaaaattt!!!
Hehe iya juga ya. Tapi cerita di atas kan baru fase2 awal. Sedikit banyak skrang kebuntuannya sdh ambrol. Mohon doanya. Hatur nuhun 🙏
HapusYa besok-besok kalo ketemu jalan buntu mungkin bisa dicoba
Hapus"kuliah di Jogja itu hati-hati lho mas, bisa bikin hanyut lalu lupa waktu, tapi bagaimanapun, mau cepet atau santai itu tergantung dirimu bagaimana menyikapinya"
BalasHapusbetul banget nih..
6 tahun rasanya kaya sebentar banget :(
mulai terguncang pas temen seangkatan satu per satu mulai diwisuda
anyway, betul kata mas Rd, jogja memang nyaman sedari dulu
Ayo mas, terusin kuliah lg di Jogja #laah
HapusAku jadi penasaran kuliah di Jogja itu kayak gimana sih. Apa betul bisa bikin hanyut lalu lupa waktu? Lah, kok kesannya malah nantangin. Nanti kejadian baru nangis-nangis. =))
BalasHapusNganu, di atas kan ada disclaimer-nya, tergantung pelakunya jg sih 😅
HapusKalau menurut saya, Jogja udah enggak kaya dulu mas... pemandangannya, suasananya yang khas ala keraton memang bikin betah berlama-lama. Akan tetapi pergaulannya semakin tidak mencerminkan masyarakat Jawa :(
BalasHapus"Pergaulannya semakin tidak mencerminkan masyarakat Jawa" ini kok lucu X))))))
HapusJogja memang istimewa :))) Sama suami pengen punya kesempatan hidup di sana nanti...Nantinya entah kapan sih. Tapi ya mudah-mudahan bisa terwujud. Dan nanti saat terwujud, semoga Jogja masih senyaman yang ada di ingatan saya.
BalasHapusBtw, semangat Mas!!
Jogja masih nyaman kok mba
Hapusdan amin dan makasih ya
Itu yang paling menarik tentang sekolah. Selalu punya ceritanya sendiri2. Selalu kasih pengalaman sendiri2. Hihi, jadi pengen lanjutin lagi om Warm :D
BalasHapusAyo lanjutin laah. Harus ituu
Hapus