Seharusnya, kedatangan keluarga, paling tidak memberikan semangat lebih untuk melanjutkan studi. Saya memang menikmati masa-masa mengantar anak-anak sekolah, hidup dengan keluarga lagi selama dua tahun lebih di kampung orang seharusnya sangat menyenangkan.
Saya memang dodol, karena ada kejadian yang sayangnya saat ini masih harus saya skip dari bagian cerita saya. Anggap saja semua berlalu begitu saja, bahkan sampai tak terasa si sulung sudah masuk SMP, Q yang waktu itu kasih berstatus si bungsu tak terasa sudah masuk TK, dan bang Ai tau-tau sudah kelas 3 SD saja, tahu-tahu honey sudah menyelesaikan kuliahnya, tahu-tahu saya ditinggal sendiri lagi di Jogja.
Salah siapa? Ya salah saya sendiri lah. Sampai tak terasa si bungsu lahir di 2014, bahkan proposal riset saya belum rampung-rampung. Kemana saja saya? Hingga surat peringatan dari kampus datang, saya diberi peringatan keras, diminta segera menyelesaikan apa yang saya mulai empat tahun yang lalu, atau dipersilakan mengundurkan diri.
Seharusnya saya sudah menyadari sejak lama kalau ada sesuatu yang tidak beres, kehilangan tujuan, pikiran yang entah kemana, sangat tidak profesional sekali. Saya sungguh mengkhianati janji dengan banyak pihak.
Seakan-akan tidak kapok dengan pengalaman masa lalu, saat di S1 pun saya dulu pernah terancam hal mengerikan bagai mahasiswa yang bernama ancaman drop out.
Bukannya cepat-cepat bergerak, yang ada malah pasrah, hah! Pasrah dengan cara yang salah di waktu yang salah. Baru bergerak setelah dosen promotor yang baik hati dan tak lelah menyemangati saya itu memanggil saya, itu pun juga setelah ketua pengelola studi juga berkali-kali menelepon saya.
Sungguh tak patut ditiru. Sampai titik ini, saya kembali harus menarik napas untuk melanjutkan cerita saya.. Saya malu, aseli..
..
(bersambung)
Saya memang dodol, karena ada kejadian yang sayangnya saat ini masih harus saya skip dari bagian cerita saya. Anggap saja semua berlalu begitu saja, bahkan sampai tak terasa si sulung sudah masuk SMP, Q yang waktu itu kasih berstatus si bungsu tak terasa sudah masuk TK, dan bang Ai tau-tau sudah kelas 3 SD saja, tahu-tahu honey sudah menyelesaikan kuliahnya, tahu-tahu saya ditinggal sendiri lagi di Jogja.
Salah siapa? Ya salah saya sendiri lah. Sampai tak terasa si bungsu lahir di 2014, bahkan proposal riset saya belum rampung-rampung. Kemana saja saya? Hingga surat peringatan dari kampus datang, saya diberi peringatan keras, diminta segera menyelesaikan apa yang saya mulai empat tahun yang lalu, atau dipersilakan mengundurkan diri.
Seharusnya saya sudah menyadari sejak lama kalau ada sesuatu yang tidak beres, kehilangan tujuan, pikiran yang entah kemana, sangat tidak profesional sekali. Saya sungguh mengkhianati janji dengan banyak pihak.
Seakan-akan tidak kapok dengan pengalaman masa lalu, saat di S1 pun saya dulu pernah terancam hal mengerikan bagai mahasiswa yang bernama ancaman drop out.
Bukannya cepat-cepat bergerak, yang ada malah pasrah, hah! Pasrah dengan cara yang salah di waktu yang salah. Baru bergerak setelah dosen promotor yang baik hati dan tak lelah menyemangati saya itu memanggil saya, itu pun juga setelah ketua pengelola studi juga berkali-kali menelepon saya.
Sungguh tak patut ditiru. Sampai titik ini, saya kembali harus menarik napas untuk melanjutkan cerita saya.. Saya malu, aseli..
..
(bersambung)
Komentar
Posting Komentar