Langsung ke konten utama

tentang blog yang berantakan

Seorang kawan pernah bertanya : "bagaimana ya caranya biar blog rame..

Mungkin, maksudnya biar banyak pengunjung, yang mungkin indikatornya bisa dilihat dari banyaknya komentar yang masuk.

Saya pun tak bisa menjawabnya, lah blog saya ini aja sepinya luar biasa, dan entah sejak kapan ya begini-gini saja kok.  Tapi toh nyatanya saya menikmatinya saja, namanya blog kan memang catatan pribadi, yang dibuka untuk khalayak ramai *deuh bahasa saya haha

Lagian, menurutku, seriusan, blog sekarang bukanlah hal yang hits seperti beberapa tahun yang lalu, dimana internet belum diramaikan oleh bermacam platform sosial media.  Tempat dimana semua orang lebih banyak dan cepat berkicau dan mendapatkan respon dengan instan pula.

Manusiawi lah, orang menulis dengan segala usaha yang menguras pikiran dan waktu, tentu sedikit banyak ya ingin ditanggapi.  Masalahnya adalah beberapa orang sering tak sabaran menunggu respon dari pembacanya, juga sebaliknya pembaca yang memberi komenter juga tak sabar menunggu respon dari penulis.  Apalagi, seperti saya ini, pemilik blog dengan konten yang seringkali tak terpola dan berantakan, apa coba yang bisa saya harapkan *lho malah nganu

Maksud saya, blog ini bisa tetap saya isi saja rasanya sudah sangat bersyukur, artinya saya masih bisa berpikir dan menuangkan isi pikiran saya dalam bentuk tulisan disini,  lebih sebagai pengingat saya saat memikirkan sesuatu, seabsurd apapun.

Nah, kalau ada yang berkomentar, saya anggap saja itu bonus perhatian dari pengunjung yang mungkin masih rajin membaca tulisan-tulisan saya disini *GR

Menurut saya sih, teruslah menulis, toh setiap blog pasti mempunyai ciri khasnya tersendiri (dan mungkin) punya penggemar tersendiri.  Yakinlah bahwa sebenarnya setiap blog pasti ada pengunjungnya, terlepas dari mereka mau memberi komentar apa tidak dalam setiap postingan, itu masalah lain.

Sedikit pesan saya pada siapapun yang merasa punya blog: teruslah menulis, setiap tulisan pasti punya punya ranah pembacanya.

dan jikalau suatu saat mungkin merasa tulisanmu begitu berantakan, silakan tengok blog saya ini sebagai bahan perbandingan biar sadar kalau tulisan kalian itu jauuh lebih baik dan rapi dari tulisan-tulisan saya yang seringkali berantakan dan entah sejak kapan ada masih belum juga menemukan jatidirinya hahaha

Komentar

  1. Umur segitu belum menemukan jati diri? *digetok*

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu maksudnya tulisannya, tulisannyaaa!

      Hapus
    2. Tetep aja. Sudah nulis lama, tapi kok belum menemukan jati diri.*digetok lagi*

      Hapus
    3. Jd gini lho..ahsudahlah ..

      Hapus
  2. Blog itu, mau beberapa bulan ditinggalkan juga, suatu saat saya pasti kembali ke sini untuk posting sesuatu. nggak tau kenapa, lebih nyaman bercerita di blog dibanding media sosial lainnya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya . Karena bisa bercerita panjang tanpa dibatasi jumlah karakter atau apapun

      Hapus
  3. ternyata saya ada temennya. :P

    BalasHapus
  4. Karena merasa blog saya berantakan jadi ngecek postingan ini, jadinya malah semakin minder... hahaha XD

    BalasHapus
    Balasan
    1. halagh, dibanding tulisan2 di postinganmu, blog saya ini beneran serius ga ada apa2nya :)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekomendasi Toko & Bengkel Sepeda di Jogja

Sejak 'mengenal' sepeda, beberapa kawan yang sangat mengerti anatomi, morfologi dan histologi sepeda, saya pun memberanikan diri memberi rekomendasi beberapa toko dan bengkel sepeda di Jogja yang harus disambangi dikala sepeda memerlukan perawatan dan penggantian suku cadang. Rekomendasi tempat-tempat ini berdasarkan pertimbangan: harga, kelengkapan ketersediaan suku cadang, hasil seting sepeda dan pengalaman empunya bengkel.  Juga pengalaman beberapa kawan saat membeli spare part ataupun memperbaiki sepedanya.  Rata-rata setiap toko atau tempat yang menyediakan sepeda dan suku cadangnya juga menyediakan tempat dan tenaga untuk seting dan reparasi, tapi tak semua hasilnya bagus.   Bengkel sepeda Rofi (Rahul Bike) ,  pemiliknya adalah teman saya di komunitas sepeda Federal , tapi menurut sejarah awalnya justru beliau akrab dengan sepeda-sepeda keluaran baru.  Hasil seting sepeda mas Rofi ini sudah sangat dapat dipertanggungjawabkan, hal ini bisa dilihat dari jej

..mencoba instal Lubuntu di Lenovo S206

..leptop honey, istri saya itu kondisinya sekarang lumayan amburadul, wifi susah konek, batterynya error - ya kalo ini sih salah saya gara-gara pernah nge-charge kelamaan-,  dan terakhir suka mati-mati sendiri sehabis diinstal ulang sama windows 7 (bajakan). Saya putuskan untuk instal linux saja, kali ini saya instalin Lubuntu, turunan ubuntu dengan pertimbangan spec leptop yang lumayan pas-pasan: RAM cuma 2 Gb dan prosesor yang cuma dual core 1,4 Gb.  Sebenarnya saya pengen nginstalin debian lagi, tapi selain lupa caranya, saya juga pengen nyoba OS yang lain, setelah saya timbang-timbang yang file ISO-nya lumayan kecil ya cuma Lubuntu, cuma sekitar 900-an Mb.  Itu juga lumayan lama downloadnya, cuma ngandelin hotspot dari hape. Setelah dapet iso-nya, bikin bootable di flashdisk pake unetbootin , lalu mencoba instal, berhubung saya termasuk user abal-abal yang taunya instal dan klik sana sini, jadi belum berani instal seluruhnya, takut data yang ada di hardisk keformat seperti

jejak bubin Lantang

jika ditanya salah satu kota yang ingin saya datengin sejak berpuluh tahun yang lalu, jawaban saya pastilah: Bandar Lampung.  Tentu karena nama-nama sudut kota itu lekat di otak saya, gara-gara karya bubin Lantang itulah. dan saya, akhirnya menjejakkan kaki juga di tanah impian itu.  Sengaja dari penginepan, naik gojeg ke Jl. Manggis.  Itu kalo di serial Anak-anak Mama Alin adalah lokasi rumahnya Wulansari- ceweknya 'Ra. Sedangkan di novel Bila, itu adalah jalan tempat kediamannya Puji- ceweknya Fay. di Bila, malah jelas dibilangin nomer rumahnya: empatbelas, ya persis nomer rumah saya dulu di kampung.  Melihat plang nama jalan Manggis saja saya senang tak terkira.   Apalagi habis itu menemukan rumah bernomor 14.  Dan saya baru tau kalo itu rumah pegawai perusahaan kereta api.  Rumah tua memang, persis seperti yang digambarin di buku. Belum cukup senang saya, saat berjalan ke arah barat, ternyata ujung jalan bermuara ke Pasir Gintung! Tempat legendaris yang digambarkan sebaga