Langsung ke konten utama

tentang meminta

Pernah nggak terpikirkan, bagaimana proses meminta sesuatu.

Meminta, artinya berharap diberi.  Tapi siapa yang mengerti, apa yang ada di benak sang pemberi.

Lebih-lebih saat berdoa, meminta sesuatu pada-Nya.    Kita, eh saya cuma bisa meminta sesuatu, berharap banyak, tanpa mengerti kapan pinta saya dikabulkan, kapan pula setelah apa-apa yang saya pinta akan ditarik kembali oleh-Nya.

Seringkali, saya menganggap segala pinta saya yang dikabulkan-Nya, segala yang diberi-Nya, otomatis menjadi milik saya.   Jarang saya sadar bahwa segala yang diberikannya, hal-hal baik, maupun hal-hal yang buruk, waktunya tak bisa ditentukan.  Lambatlaun pasti akan kembali pada sang Pemberi.  Semuanya hanya berbentuk pinjaman.

Saya cuma diberi hak untuk merawat pinjaman itu, apapun itu, harus dijaga, dengan sepenuh hati, sembari belajar untuk bersiap saat harus berpisah dengan pemberian-Nya.  Walaupun nyatanya jarang-jarang ada manusia yang siap untuk menerima sebuah kehilangan, dalam bentuk apapun:

Duit yang banyak, cerita cinta yang asik, kekasih yang menyenangkan, keluarga yang menentramkan, keturunan yang lucu, kebahagiaan tak berujung, you name it..

Toh, manusia memang egois, yang diminta selalu yang bagus-bagus, mana ada manusia yang meminta diberi kesengsaraan dan keburukan dalam hidup. Mungkin ada sih, dalam situasi tertentu.

Seharusnya, meminta memang tak berharap selalu akan diberi, tapi ya namanya manusia, ngarep hukumnya wajib hehehe.  Tapi ngarep memiliki sesuatu untuk selamanya, sering tak bisa dihindari, sehingga saat sesuatu itu hilang, baru deh nyadar, bahwa kewajiban untuk merawat pemberian seringkali di abaikan.

Jadi, saat kita eh saya deh, berharap mendapatkan sesuatu, harusnya juga disertai pikiran dan tekat untuk menjaganya sebisa mungkin, dan tetep mikir itu hanya pinjeman yang bakal diambil lagi, ga ada batasan waktu memilikinya sampai kapan.

Sayang, manusia mikirnya memang suka lelet deh, nyadarnya suka lama.  Manusia disini maksudnya saya.

Komentar

  1. Paragraf :

    " Seringkali, saya menganggap segala pinta saya yang dikabulkan-Nya, segala yang diberi-Nya, otomatis menjadi milik saya. Jarang saya sadar bahwa segala yang diberikannya, hal-hal baik, maupun hal-hal yang buruk, waktunya tak bisa ditentukan. Lambatlaun pasti akan kembali pada sang Pemberi. Semuanya hanya berbentuk pinjaman."

    Menurut saya itu jauh lebih baik dari pada orang yg tidak mau berdoa sama sekali dan beranggapan apa yg dimiliki semua karena dia..


    Seburuk buruk makhluk adalah makhluk yg tidak mau berdoa dan meminta kepada Rabb yang mana bumi dan langit berada dalam genggaman-Nya.. Tak peduli sebanyak apapun maksiat dan dosa yang pernah mereka kerjakan :)

    BalasHapus
  2. Ahh... terima kasih untuk postingan ini :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih pula sdh mampir & menyempatkan membaca ^^

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekomendasi Toko & Bengkel Sepeda di Jogja

Sejak 'mengenal' sepeda, beberapa kawan yang sangat mengerti anatomi, morfologi dan histologi sepeda, saya pun memberanikan diri memberi rekomendasi beberapa toko dan bengkel sepeda di Jogja yang harus disambangi dikala sepeda memerlukan perawatan dan penggantian suku cadang. Rekomendasi tempat-tempat ini berdasarkan pertimbangan: harga, kelengkapan ketersediaan suku cadang, hasil seting sepeda dan pengalaman empunya bengkel.  Juga pengalaman beberapa kawan saat membeli spare part ataupun memperbaiki sepedanya.  Rata-rata setiap toko atau tempat yang menyediakan sepeda dan suku cadangnya juga menyediakan tempat dan tenaga untuk seting dan reparasi, tapi tak semua hasilnya bagus.   Bengkel sepeda Rofi (Rahul Bike) ,  pemiliknya adalah teman saya di komunitas sepeda Federal , tapi menurut sejarah awalnya justru beliau akrab dengan sepeda-sepeda keluaran baru.  Hasil seting sepeda mas Rofi ini sudah sangat dapat dipertanggungjawabkan, hal ini bisa dilihat dari jej

..mencoba instal Lubuntu di Lenovo S206

..leptop honey, istri saya itu kondisinya sekarang lumayan amburadul, wifi susah konek, batterynya error - ya kalo ini sih salah saya gara-gara pernah nge-charge kelamaan-,  dan terakhir suka mati-mati sendiri sehabis diinstal ulang sama windows 7 (bajakan). Saya putuskan untuk instal linux saja, kali ini saya instalin Lubuntu, turunan ubuntu dengan pertimbangan spec leptop yang lumayan pas-pasan: RAM cuma 2 Gb dan prosesor yang cuma dual core 1,4 Gb.  Sebenarnya saya pengen nginstalin debian lagi, tapi selain lupa caranya, saya juga pengen nyoba OS yang lain, setelah saya timbang-timbang yang file ISO-nya lumayan kecil ya cuma Lubuntu, cuma sekitar 900-an Mb.  Itu juga lumayan lama downloadnya, cuma ngandelin hotspot dari hape. Setelah dapet iso-nya, bikin bootable di flashdisk pake unetbootin , lalu mencoba instal, berhubung saya termasuk user abal-abal yang taunya instal dan klik sana sini, jadi belum berani instal seluruhnya, takut data yang ada di hardisk keformat seperti

jejak bubin Lantang

jika ditanya salah satu kota yang ingin saya datengin sejak berpuluh tahun yang lalu, jawaban saya pastilah: Bandar Lampung.  Tentu karena nama-nama sudut kota itu lekat di otak saya, gara-gara karya bubin Lantang itulah. dan saya, akhirnya menjejakkan kaki juga di tanah impian itu.  Sengaja dari penginepan, naik gojeg ke Jl. Manggis.  Itu kalo di serial Anak-anak Mama Alin adalah lokasi rumahnya Wulansari- ceweknya 'Ra. Sedangkan di novel Bila, itu adalah jalan tempat kediamannya Puji- ceweknya Fay. di Bila, malah jelas dibilangin nomer rumahnya: empatbelas, ya persis nomer rumah saya dulu di kampung.  Melihat plang nama jalan Manggis saja saya senang tak terkira.   Apalagi habis itu menemukan rumah bernomor 14.  Dan saya baru tau kalo itu rumah pegawai perusahaan kereta api.  Rumah tua memang, persis seperti yang digambarin di buku. Belum cukup senang saya, saat berjalan ke arah barat, ternyata ujung jalan bermuara ke Pasir Gintung! Tempat legendaris yang digambarkan sebaga