Langsung ke konten utama

Perjalanan Jogja-Bogor PP naik motor

Rasanya, kemarin itu adalah perjalanan naik motor terjauh dan terlama dalam sejarah hidup saya.  Setelah hari selasa pagi memutuskan untuk naik motor legenda saya, tanpa ada rencana matang & persiapan khusus, selain memastikan bahwa rantai & gearset yang memang sudah diganti beberapa hari sebelumnya.

Part 1: pergi ~ 12.12.16

Jam 6 pagi berangkat, dan memasuki Wates, disambut hujan lumayan deras, dan terus begitu sampai 5 jam kemudian, untunglah jalan cukup bersahabat, walau hujan yang cukup spartan itu tak mampu membuat jas hujan melindungi celana & sepatu hingga basah kuyup.  Untung ransel dan isinya aman terkendali.

memasuki daerah Jawa Tengah, tidak ada kendala yang berarti, selain jalan raya yang lumayan rusak di beberapa titik.  Hingga akhirnya saat memasuki daerah Jawa Barat, sempat mengalami hal yang menjengkelkam.  Saya ketilang! hahaha dipikir-pikir dodol juga sih.  Saya memutuskan untuk mematikan lampu motor beberapa kilometer sebelum lokasi razia polisi-polisi di daerah Banjar kalau tidak salah.  Saya dengan pedenya minggir dan menyerahkan SIM & STNK, hingga akhirnya sang polisi menyadari kalau saklar lampu dalam keadaan off.  Beh, seratus ribu melayang.  Sungguh kamfretos.

Tapi sudahlahlah, lanjut hingga Ciamis, lalu pinggiran Tasik & Garut, mampir sebentar moto motor di seruas tempat di Nagreg apalah itu yang seperti jembatan dari beton padahal bukan.

Tak terasa setelah kira-kira tiga kali ngisi bensin yang sungguh tak jelas, kadang premium kadang pertalite, akhirnya nyampe Bandung juga jam 6 sore.  Tak terasa 12 jam perjalanan.  Sempat menghubungi teman saya disana, ternyata tak bisa, belakangan saya baru nyadar kalau saya salah menyimpan nomer teleponnya.  Baiklaah

Akhirnya selepas maghrib, memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke Bogor via Puncak.  Lewat jalanan Cimahi & Padalarang yang macet-macet bergembira, akhirnya sampai juga di daerah Puncak, yang nyaris sepanjang jalan banyak yang nawarin villa aja gitu.  Mampir sebentar jam setengah sebelas malam di Indomaret, beli minum dan nongkrong sampai diusir secara halus karena mau tutup tokonya haha.

Tau-tau memasuki kota Bogor sekitar jam 12 malam, lalu ke rumah sepupu yang biasanya hobi begadang, tapi ada daya ternyata rumahnya sepi, yaiyalah sampai rumahnya sudah jam setengah satu dinihari saja.  Akhirnya memutuskan untuk nongkrong di kedai donat terdekat sampai subuh menjelang.

Kurang lebih 523 km dan 17,5 jam waktu yang diperlukan, begitu santainya karena saya masih tak sanggup mencontek keahlian para pembalap jalanan yang pinter naklukin tanjakan, tikungan yang naudzubillah..

.
Part 1: pulang ~ 22.12.16

Setelah seminggu lebih, yang benar-benar nyaris tak terasa.  Akhirnya diputuskan untuk meninggalkan Bogor jam 6.30 pagi, dan memutuskan untuk berangkat sesantai-santainya menuju Jogja lagi.

Ternyata menuju Bandung lumayan lancar.  Sampai sebelum tengah hari, memutuskan untuk makan siang di sekitar ITB, lalu bertemu sebentar dengan kawan lama saya mba Ajeng disana, sebelum akhirnya bertamu ke markas garasi kang Eri, suaminya mba Ajeng, di seputaran Cikutra.  Asik lho, saya ditraktir kopi Lembang dan nongkrong cukup lama, sampai akhirnya memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan seusai isya.

Tapi badan yang rasanya remuk redam memaksa saya istirahat di pom bensin sesaat keluar dari kota Bandung.  Kemudian meneruskan perjalanan lagi menjelang tengah malam, walau akhirnya menyerah lagi di perbatasan jabar-jateng.

Pagi-pagi tanggal 23, akhirnya berangkat lagi, walau beberapa kali berhenti cukup lama di pom bensin, sekedar ke toilet dan minum, juga numpang sebentar jumatan.  Dan entah berapa jam sudah, akhirnya sampai juga di Jogja saat malam tiba.

Kalau biasanya perjalanan pulang lebih nyaman dan cepat, entah kenapa kmaren terasa berat dan lambat sekali, hedeh paradoks #halagh

Tapi bagaimanapun, perjalanan panjang saya kemarin membukakan mata saya akan banyak hal, banyak pelajaran hidup, bahkan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya.

Dan yang jelas, rasanya sepanjang jalan, banyak anak-anak yang berdiri berkelompok-kelompok di beberapa titik di pinggir jalan, sambil megang-megang karton bertuliskan yaitulah pokoknya yang sedang ngehitz skarang haha

Jadi begitulaaahh.  

Komentar

  1. Balasan
    1. Yg penting doa sepanjang jalan jgn lupa, itu inti safety #halagh :))

      Hapus
  2. Haaaaaah?!!!! Sepeda motoran 17 jam??? Abis itu pantat nggak berasa flat gitu, yah? Hihihihi.... Saya cuma sekali merasakan naek sepeda motor jarak jauh. Surabaya-Malang in 2 hours. itu aja udah berasa pantat kaku banget dan capeeek. padahal saya cuma jadi penumpang.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya begitulah, capek sih tapi asik karena saya kebetulan belum pernah naik motor sejauh itu ke arah barat. Dulu pernah nyoba jalur Jogja-Surabaya, capeknya gara2 banyak jalan rusak begitulah. Dan ya jd penumpang rasanya lebih pegel dari yg nyetir, karena cuma bisa duduk pasrah di belakang hehe

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekomendasi Toko & Bengkel Sepeda di Jogja

Sejak 'mengenal' sepeda, beberapa kawan yang sangat mengerti anatomi, morfologi dan histologi sepeda, saya pun memberanikan diri memberi rekomendasi beberapa toko dan bengkel sepeda di Jogja yang harus disambangi dikala sepeda memerlukan perawatan dan penggantian suku cadang. Rekomendasi tempat-tempat ini berdasarkan pertimbangan: harga, kelengkapan ketersediaan suku cadang, hasil seting sepeda dan pengalaman empunya bengkel.  Juga pengalaman beberapa kawan saat membeli spare part ataupun memperbaiki sepedanya.  Rata-rata setiap toko atau tempat yang menyediakan sepeda dan suku cadangnya juga menyediakan tempat dan tenaga untuk seting dan reparasi, tapi tak semua hasilnya bagus.   Bengkel sepeda Rofi (Rahul Bike) ,  pemiliknya adalah teman saya di komunitas sepeda Federal , tapi menurut sejarah awalnya justru beliau akrab dengan sepeda-sepeda keluaran baru.  Hasil seting sepeda mas Rofi ini sudah sangat dapat dipertanggungjawabkan, hal ini bisa dilihat dari jej

..mencoba instal Lubuntu di Lenovo S206

..leptop honey, istri saya itu kondisinya sekarang lumayan amburadul, wifi susah konek, batterynya error - ya kalo ini sih salah saya gara-gara pernah nge-charge kelamaan-,  dan terakhir suka mati-mati sendiri sehabis diinstal ulang sama windows 7 (bajakan). Saya putuskan untuk instal linux saja, kali ini saya instalin Lubuntu, turunan ubuntu dengan pertimbangan spec leptop yang lumayan pas-pasan: RAM cuma 2 Gb dan prosesor yang cuma dual core 1,4 Gb.  Sebenarnya saya pengen nginstalin debian lagi, tapi selain lupa caranya, saya juga pengen nyoba OS yang lain, setelah saya timbang-timbang yang file ISO-nya lumayan kecil ya cuma Lubuntu, cuma sekitar 900-an Mb.  Itu juga lumayan lama downloadnya, cuma ngandelin hotspot dari hape. Setelah dapet iso-nya, bikin bootable di flashdisk pake unetbootin , lalu mencoba instal, berhubung saya termasuk user abal-abal yang taunya instal dan klik sana sini, jadi belum berani instal seluruhnya, takut data yang ada di hardisk keformat seperti

jejak bubin Lantang

jika ditanya salah satu kota yang ingin saya datengin sejak berpuluh tahun yang lalu, jawaban saya pastilah: Bandar Lampung.  Tentu karena nama-nama sudut kota itu lekat di otak saya, gara-gara karya bubin Lantang itulah. dan saya, akhirnya menjejakkan kaki juga di tanah impian itu.  Sengaja dari penginepan, naik gojeg ke Jl. Manggis.  Itu kalo di serial Anak-anak Mama Alin adalah lokasi rumahnya Wulansari- ceweknya 'Ra. Sedangkan di novel Bila, itu adalah jalan tempat kediamannya Puji- ceweknya Fay. di Bila, malah jelas dibilangin nomer rumahnya: empatbelas, ya persis nomer rumah saya dulu di kampung.  Melihat plang nama jalan Manggis saja saya senang tak terkira.   Apalagi habis itu menemukan rumah bernomor 14.  Dan saya baru tau kalo itu rumah pegawai perusahaan kereta api.  Rumah tua memang, persis seperti yang digambarin di buku. Belum cukup senang saya, saat berjalan ke arah barat, ternyata ujung jalan bermuara ke Pasir Gintung! Tempat legendaris yang digambarkan sebaga