Langsung ke konten utama

nonton gelaran Ngayogjazz 2016

A photo posted by rd (@warmx) on

akhirnya, kesampaian jua nonton acara musik yang digelar tahunan di Jogja ini.  Sebenarnya saya ngga mudheng-mudheng amat sama musik jazz, walaupun kadang-kadang pas iseng suka nongkrong di depan bentara budaya Jogja tiap senin malam saat ada Jazz mben senen.

Kemarin itu, eh hari sabtu tepatnya, nyatanya acara Ngayogjazz 2016 ini menurut saya keren sekali, bayangkan itu ada tujuh panggung yang didirikan di tengah-tengah dusun Kwagon, di tengah perkampungan penduduk yang kebanyakan bikin genteng dan batu bata, selain petani tentu.

Saya jadi bingung dan pegel ngiderin semua panggungnya saking menariknya, dan yang tampil tentu skillnya di atas rata-rata semua, saya terhibur sungguh.  Walaupun saya undur diri lebih cepat sebelum acara usai, kira-kira jam 8 saya memutuskan pulang karena ada sesuatu hal, di samping saya pikir kalau sampai habis acara mesti keluar lokasinya bakal antri, wong namanya jalan kampung hanya cukup satu mobil keluar masuk.

Yang penting saya senang-senang menikmati musik sedari sore sampe jam segitu, makan malam dengan nasi kucing yang enak, beli kaos (hitam) yang keren, dan sempat ketemu sama mbak Latree yang mau manggung dengan dengan grup Swaranabya-nya, sayang karena jadwal manggungnya diundur saya ndak sempat nonton padahal saya sudah nunggu sampai jam 17.00 liwat, jadwal seharusnya yang diundur karena komunitas Jogja punya hajat launching album Swing ora Jazzmu di panggung Wuwung kui.

Niat untuk nonton mas Fariz RM dan Tohpati pun terpaksa ditunda, karena saya pikir mesti lapangan depan panggung Paris yang sampingnya persis ada pabrik batubata kui bakal membludak waktu beliau tampil.  Jadi biar sajalah nanti nontonnya via youtube.

Salut saya sama panitia bikin gelaran acara musik yang apik dan damai tanpa rusuh.  Yang jelas menghadirkan musik jazz di tengah perkampungan yang adanya di tengah sawah dan di sisi bukit hijau itu benar-benar jenius! Salut. Smoga lain waktu saya bisa datang lagi di acara semacam ini. Amin

Komentar

  1. Idenya keren. Biasanya panggung di tengah-tengah penduduk desa itu ya panggung dangdut pantura (New Pallapa). Ini malah musik yang ndakik-ndakik rumit gitu. Menurut pendapat sok tau saya, kayaknya pergelaran jazz begini seperti kritik keras kepada musik jazz ibukota yang semakin ngepop dan jauh dari idealisme jazz (Java Jazz Festival misalnya yang sekarang kayaknya lebih cocok jadi Java Pop Festival).

    BalasHapus
  2. Wah saya malah ndak kepikiran akan kritik thd idealisme musik kaya gitu, saya mikirnya cuma :musik apapun adalah hak segala lapisan manusia dan bisa dinikmati dimana2 hehe

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekomendasi Toko & Bengkel Sepeda di Jogja

Sejak 'mengenal' sepeda, beberapa kawan yang sangat mengerti anatomi, morfologi dan histologi sepeda, saya pun memberanikan diri memberi rekomendasi beberapa toko dan bengkel sepeda di Jogja yang harus disambangi dikala sepeda memerlukan perawatan dan penggantian suku cadang. Rekomendasi tempat-tempat ini berdasarkan pertimbangan: harga, kelengkapan ketersediaan suku cadang, hasil seting sepeda dan pengalaman empunya bengkel.  Juga pengalaman beberapa kawan saat membeli spare part ataupun memperbaiki sepedanya.  Rata-rata setiap toko atau tempat yang menyediakan sepeda dan suku cadangnya juga menyediakan tempat dan tenaga untuk seting dan reparasi, tapi tak semua hasilnya bagus.   Bengkel sepeda Rofi (Rahul Bike) ,  pemiliknya adalah teman saya di komunitas sepeda Federal , tapi menurut sejarah awalnya justru beliau akrab dengan sepeda-sepeda keluaran baru.  Hasil seting sepeda mas Rofi ini sudah sangat dapat dipertanggungjawabkan, hal ini bisa dilihat dari jej

ada apa hari ini

 rencananya adalah: hunting komik lagi di lapak depan jalan nyuci sepeda bikin materi untuk ngajar besok, artinya kudu baca ulang lagi materinya belajar swot, skoringnya masih belum ngerti, hedeh.. mudahan mahasiswaku ga baca blog ini haha sepedaan bentar sore-sore.. dan sepagi ini, saya kembali, iya kembalai, men- deactive akun-akun sosmed saya, dan lagi-lagi, saya tak tahu sampai kapan itu berlangsung, toh siapa juga yang nyari saya kan haha kecuali blog ini, tampaknya tetap dipertahankan aktif untuk menumpahkan kisah-kisah tak jelas sepanjang waktunya.. tadinya kepikiran untuk menghapus akun whatsapp  untuk sementara waktu, tapi tak bisa karena ada terkait kerjaan di kantor, walau akhir-akhir ini tak begitu ada kerjaan juga, jadi ya mungkin ditengok sesekali saja. itu saja dulu, eh apa saya perlu.. hedeuh apa tadi lupa

tentang Nuran, penulis yang mencoba bengal namun gagal

..."Aku pake topi bergambar macan.."  Demikian isi pesan pendek yang masuk ke telepon genggam jadul saya. Waktu itu adalah acara meet and greet Pidi Baiq di Togamas Gejayan. Akhirnya saya bisa bertemu & bersalaman dengan blogger yang -maaf- baru-baru saja saya kenal waktu itu namun langsung membuat terpikat dengan tulisan-tulisannya. Apalagi beberapa tulisannya menguak lugas berbagai sisi Guns n' Roses, band rock n' roll peringkat satu dalam hidup saya. Itulah Nuran, pemuda bertubuh sehat jebolan Tegalboto. Belakangan saya baru nyadar kalau saya berkenalan dengan wartawan majalah musik ternama. Pantas saja tulisan-tulisannya beralur rapi, batin saya. Beberapa jeda kemudian, saya sempat nengok kontrakannya di Condongcatur. Kenalan dengan peliharaanya yang bertitel Oz. Berkesempatan melihat-lihat sebagian koleksi bacaannya yang.. tampaknya terlalu berat untuk otak saya. Ohiya, waktu itu seorang Nuran masih berstatus maha