Bagian Pertama.
Namanya Restoe Boemi. Biasa dipanggil Bumi, atau Restu, atau Mi saja. Lahir Juni 1995. Ayahnya pernah bercerita, kalau namanya diambil begitu saja dari lirik lagu Dewa 19, album Pandawa Lima, dengan ejaan lama, saat bingung mencari nama yang indah untuknya. Begitu saja. Dan sampai sekarang, dia merasa tak pernah menemukan nama sebagus dirinya. Serius. Anehnya dia tak begitu suka lagu Dewa, 'terlalu manis' tukasnya. Mengutip judul lagu Slank. Idolanya.
Berambut ikal Hagrid melewati bahu. 'Ini rambut Hermione!' protesnya selalu. T-Shirt hitam berlapis flanel kotak-kotak. Selalu duduk di bangku barisan ketiga deret ketiga setiap kuliah. Terkecuali saat mata kuliah Dendrologi. Mata kuliah favoritnya. Tak pernah mau pindah dari baris pertama, baris kedua dari kanan, tepat di depan meja dosen.
Dia gadisku. Menurutku begitu. Tapi aku menurut dia, entahlah. Nanti saja kita bahas.
Dan, namaku Benjamin. Lengkapnya Ficus Benjamina. Biasa dipanggil Ben, biar keren. Entah apa alasan ayahku dulu memindahkan nama pohon pada anaknya. Mudah-mudahan bukan karena ingin aku penuh misteri seperti spesies itu. Aku pikir, diriku lebih seperti akasia, usia semai. Tak bisa ditebak, dan bisa berada dimanapun, tergantung arah mata angin. Kurus. Juga hidup. Dan berambut lurus kering.
Bagaimanapun. Bumi lebih suka memanggilku Ringin. Hasyem!
Namanya Restoe Boemi. Biasa dipanggil Bumi, atau Restu, atau Mi saja. Lahir Juni 1995. Ayahnya pernah bercerita, kalau namanya diambil begitu saja dari lirik lagu Dewa 19, album Pandawa Lima, dengan ejaan lama, saat bingung mencari nama yang indah untuknya. Begitu saja. Dan sampai sekarang, dia merasa tak pernah menemukan nama sebagus dirinya. Serius. Anehnya dia tak begitu suka lagu Dewa, 'terlalu manis' tukasnya. Mengutip judul lagu Slank. Idolanya.
Berambut ikal Hagrid melewati bahu. 'Ini rambut Hermione!' protesnya selalu. T-Shirt hitam berlapis flanel kotak-kotak. Selalu duduk di bangku barisan ketiga deret ketiga setiap kuliah. Terkecuali saat mata kuliah Dendrologi. Mata kuliah favoritnya. Tak pernah mau pindah dari baris pertama, baris kedua dari kanan, tepat di depan meja dosen.
Dia gadisku. Menurutku begitu. Tapi aku menurut dia, entahlah. Nanti saja kita bahas.
Dan, namaku Benjamin. Lengkapnya Ficus Benjamina. Biasa dipanggil Ben, biar keren. Entah apa alasan ayahku dulu memindahkan nama pohon pada anaknya. Mudah-mudahan bukan karena ingin aku penuh misteri seperti spesies itu. Aku pikir, diriku lebih seperti akasia, usia semai. Tak bisa ditebak, dan bisa berada dimanapun, tergantung arah mata angin. Kurus. Juga hidup. Dan berambut lurus kering.
Bagaimanapun. Bumi lebih suka memanggilku Ringin. Hasyem!
Komentar
Posting Komentar