Langsung ke konten utama

#42. Buku & Fender

 1. Buku.

Tadi siang, mampir ke .. apa ya namanya.. ya orang jualan buku, ngampar aja gitu di depan bekas tempat karaoke, di pinggir jalan.  Penuh buku tentu saja, sangat penuh, mengingatkan akan sudut Kwitang jaman dulu sebelum digusur. Juga shoping di Jogja.  Kebetulan yang jualan dari Jogja, katanya.

Rencananya sih mau beli buku untuk nambah-nambah referensi tentang public service,  eh ujug-ujug malah beli Kisah Hidup Herb Feith yang dulu pernah ingin saya beli tapi batal gara-gara liat harganya.  Cerita perjalanan seseorang selalu menarik untuk dibaca. 

Lalu, satu buku yang bikin saya terkenang-kenang masa menyendiri di perpustakaan sekolah, buku yang seringkali saya pinjem, entah berapa puluh kali, itu Ilmu Pengetahuan Populer yang selain informasi padat ringkasnya, juga penuh gambar-gambar berwarna.  Tadi beli seri 7.  Tergoda sih ingin beli kesemua serinya, tapi harganya bikin mikir juga kalo beli semuanya. Tapi cukup murah euy harga segitu, besok ke sana lagi apa ya.

Seratus ribu saja untuk kedua buku tebal yang saya beli itu.  Lalu dapat bonus satu, "yang ada di harga 20 ribuan" kata yang jual. Memang kategori harga rasanya ada tiga: 20k, 30k, dan sisanya harga sesuai kondisi, seperti dua buku di atas itu, satunya dikasih harga cuma 50 ribu.  Akhirnya saya memutuskan membeli buku, yang sebenernya saya pernah punya, tapi entah kemana: Haji Backpacker.  Memoar Aguk Irawan saat naik haji dengan gaya backpacker itu juga tak membosankan untuk dibaca ulang.

2. Fender.

Ini bukan tentang gitar yang identik dengan Stratocaster itu.  Ini tentang slebor atau spakbor atau spatbor Supra Fit 2005 saya yang sudah hedeh sekali.  Oblak sekali pas di jalan, sudah rusak sejak lama.  Barusan kepikiran untuk menggantinya, salah saya sih terlalu fokus sama spare part sepeda, sampai motor terabaikan.

Setelah dari beli buku, lalu mampir ke toko spare part sepeda motor.  Dan dari tiga toko saya datangi, semuanya tak punya stok barang yang saya maksud.  Tak terasa sudah remaja sih motor itu, sudah 16 taun je.  Saya jadi keinget itu belinya setelah saya lulus S2, dengan pinjeman lunak tanpa bunga dari mertua.  Dulu dibeli untuk menemani honda Legenda 2 yang tangguh itu.

Jadi, karena benda itu sudah masuk kategori langka.  Maka saya pun barusan mengandalkan toped.  Tentu saja masih ada, ori pula, sayang warnanya merah. Tapi tak mengapa sih, sepertinya tetap saya bakal beli.  Selain juga berencana memesan tebeng,  eh apa sih namanya itu, sayap, atau fairing gitu ya. Ongkirnya mayan sih. Tapi ya gimana, bagian motor yang itu juga sudah retak ga karuan bahkan belah memanjang di beberapa tempat.  Sangar memang sejarah pemakaiannya hehe.

Kebetulan kemarin, urusan ganti nomor plat dan bayar pajak juga sudah beres, jadi tak lagi waswas saat membawanya kembali ke jalan.  Proses yang cukup lama tertunda sejak agustus tahun kemarin, lha ke Polda yang berlokasi di Banjarmasin itunya yang malas.  Sempat kepikiran minta bantuan orang lain untuk mengurusi hal tersebut, tapi akhirnya penasaran ingin ngurusin sendiri, dan ternyata prosesnya cukup mudah dan lancar, walau perlu waktu sekitar dua mingguan dari masukin berkas sampai BPKB kembali beres.

Komentar

  1. Persoalan kumulatif buku ada dua.
    1. Waktu untuk membaca tak mengimbangi kemampuan untuk membeli
    2. Masalah storage. Rak akan penuh dan penuh. Repot juga.

    BalasHapus
    Balasan
    1. yg pertama itu bener sekali, paman. yg kedua tidak juga sih, soalnya saya jarang2 juga beli buku skarang

      Hapus
  2. Baca ini jadi ingat musti nyari fender sepeda, mas. Kalau buku-buku sekarang malah harus mengurangi buku...��

    BalasHapus
    Balasan
    1. ditunggu review fendernya kalo sdh dipasang hehe

      Hapus
  3. duh aku udah lama ga baca buku fisik, biasanya sekarang baca e-book hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. beda sih sensasinya kalo baca buku fisik hehe

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekomendasi Toko & Bengkel Sepeda di Jogja

Sejak 'mengenal' sepeda, beberapa kawan yang sangat mengerti anatomi, morfologi dan histologi sepeda, saya pun memberanikan diri memberi rekomendasi beberapa toko dan bengkel sepeda di Jogja yang harus disambangi dikala sepeda memerlukan perawatan dan penggantian suku cadang. Rekomendasi tempat-tempat ini berdasarkan pertimbangan: harga, kelengkapan ketersediaan suku cadang, hasil seting sepeda dan pengalaman empunya bengkel.  Juga pengalaman beberapa kawan saat membeli spare part ataupun memperbaiki sepedanya.  Rata-rata setiap toko atau tempat yang menyediakan sepeda dan suku cadangnya juga menyediakan tempat dan tenaga untuk seting dan reparasi, tapi tak semua hasilnya bagus.   Bengkel sepeda Rofi (Rahul Bike) ,  pemiliknya adalah teman saya di komunitas sepeda Federal , tapi menurut sejarah awalnya justru beliau akrab dengan sepeda-sepeda keluaran baru.  Hasil seting sepeda mas Rofi ini sudah sangat dapat dipertanggungjawabkan, hal ini bisa ...

Review Sepatu Brodo Active Krakatau

Bikin review singkat gini, gara-gara sejak rilis awal Agustus tadi, sampai sekarang belum ada yang ngebahas tentang produk sepatu lari lokal ini. Heran.   Bahkan produsennya sendiri ga ada bikin reviewnya sama-sekali.  Makin heran. Karena aku ga bisa bikin vlog, padahal maunya gitu kaya orang-orang;  Maka bikin review singkat di sini aja deh. Aku termasuk penggemar produk sepatu dari Brodo.  Dulunya suka sama produk sepatu kulitnya, terutama seri Signore.  Sepatunya rapi, sederhana dan nyaman dipakai.  Tapi seri terakhirnya terasa kurang menyenangkan, kulitnya tak sebagus produk awalnya.  Beda dan kurang pas di kaki. Sampai akhirnya membeli Brodo seri Active. Active Sprint namanya. Full black.  Bagus ini, dipakai sehari-hari, untuk jalan bahkan untuk lari pun cukup nyaman. Lalu saat mulai menyukai olahraga lari, membeli seri Active Inizio. Ini lebih nyaman daripada Sprint.  Menariknya juga nyaman dipakai untuk sehari-hari, jalan kaki maupun l...

berlari untuk apa?

. ada kawan yang menyempatkan berlari setiap hari sedari entah berapa tahun silam, ada juga kawan yang punya target berlari 100 km per bulan.  awalnya aku mencoba berlari setiap hari, walau biasanya hanya di kisaran 3 km saja.  lama-lama, tentu saja ku yang cukup pemalas ini akhirnya hanya mampu bertahan 'kup rajin' selama kurleb sebulan dan akhirnya tergoda untuk rehat sehari dengan alasan masuk angin campur sakit kepala. aku ambil tengahnya saja lah, target 100 km sebulan tampaknya tak terlalu berat sekarang, setelah menelan beberapa teori tentang berlari dan memperbaiki form berlari dengan cara sesekali lari pakai sendal barefoot.   Tentu saja aku masih pula bersepeda sesekali, seperti hari ini, saat anak-anak sudah menyelesaikan minggu ujiannya, jadinya tak ada yang perlu diantar pagi-pagi hari. anehnya ya, sejak cukup intens berlari, napsu makanku malah bertambah, suka laporan, jadi aja malah naik sekitar 3 kiloan dibanding sebelum rajin pelarian, warbyasa sekali sem...