dipikir-pikir, pikiranku sepertinya lebih sering fokus pada orang lain, apa yg orang lain ucapkan, apa yg orang lain perbuat, terutama hal-hal yang tidak baik, hal-hal yang negatif. Saat-saat gini malah teringat masa-masa SMP (jadi teringat karena mendadak seorang teman memasukkan dalam grup whatsapp es-em-pe, yang setelah saya masuk, nyatanya yang aku kenal cuma tiga orang: satu temen deket yang sesekali ketemu, satu sepupu dan satunya lagi yang memasukkan ke grup, sisanya tiada yg kukenal).
Masa dimana aku tidak peduli dengan orang lain, aku pedulinya cuma soal keseharian, selalu berusaha (dan nyatanya memang selalu) tepat waktu ke sekolah, yang jaraknya cuma beberapa ratus meter saja dari rumah. Kawan dekat juga sedikit, mungkin banyak yang kenal gara-gara abah ngajar di sekolah yang sama. Tapi aku benar-benar tak peduli. Yang aku pedulikan cuma koleksi bacaan di perpustakaan yang rajin disambangi, sambil sesekali melirik penjaga perpustakaan yang menurutku saat itu keren.
Entah kapan aku mulai iseng mau tau aja urusan orang lain, mungkin sejak televisi sudah tak lagi dimonopoli oleh TVRI, banyak bahan untuk dighibahkan, juga mungkin sejak entahlah..
Begitu mudah menemukan hal-hal buruk pada diri orang lain- yang bahkan sebenernya tak kenal betul- untuk kemudian digunjingkan dan sesekali dicibir. Seakan-akan orang lain itu banyak buruknya sementara diri sendiri- hedeu, bener kata pepatah: gajah di depan mata ga bakal keliatan.
Susah sekali membalik logika untuk lebih melihat keburukan pada diri sendiri, dan berbalik berusaha melihat hal-hal positif dari orang lain.
Sekarang, sih. Pagi ini, saya berusaha lebih cuek lagi, berusaha lebih tak peduli urusan orang lain. Karepmu deh. Wong, aku saja masih bingung dengan keburukan diri sendiri ini..
Lalu, berusaha tak lagi keukeuh atas pendapat pribadi. Lebih pasrah saja lah, berusaha lebih nrimo. Entah bisa bertahan sampai kapan, sepertinya sikap seperti itu lebih baik dan bikin lega pikiran daripada mempertahankan pendapat pribadi yang seakan-akan paling benar.
Aku lagi lelah. Sepertinya.
Karepmu.
Masa dimana aku tidak peduli dengan orang lain, aku pedulinya cuma soal keseharian, selalu berusaha (dan nyatanya memang selalu) tepat waktu ke sekolah, yang jaraknya cuma beberapa ratus meter saja dari rumah. Kawan dekat juga sedikit, mungkin banyak yang kenal gara-gara abah ngajar di sekolah yang sama. Tapi aku benar-benar tak peduli. Yang aku pedulikan cuma koleksi bacaan di perpustakaan yang rajin disambangi, sambil sesekali melirik penjaga perpustakaan yang menurutku saat itu keren.
Entah kapan aku mulai iseng mau tau aja urusan orang lain, mungkin sejak televisi sudah tak lagi dimonopoli oleh TVRI, banyak bahan untuk dighibahkan, juga mungkin sejak entahlah..
Begitu mudah menemukan hal-hal buruk pada diri orang lain- yang bahkan sebenernya tak kenal betul- untuk kemudian digunjingkan dan sesekali dicibir. Seakan-akan orang lain itu banyak buruknya sementara diri sendiri- hedeu, bener kata pepatah: gajah di depan mata ga bakal keliatan.
Susah sekali membalik logika untuk lebih melihat keburukan pada diri sendiri, dan berbalik berusaha melihat hal-hal positif dari orang lain.
Sekarang, sih. Pagi ini, saya berusaha lebih cuek lagi, berusaha lebih tak peduli urusan orang lain. Karepmu deh. Wong, aku saja masih bingung dengan keburukan diri sendiri ini..
Lalu, berusaha tak lagi keukeuh atas pendapat pribadi. Lebih pasrah saja lah, berusaha lebih nrimo. Entah bisa bertahan sampai kapan, sepertinya sikap seperti itu lebih baik dan bikin lega pikiran daripada mempertahankan pendapat pribadi yang seakan-akan paling benar.
Aku lagi lelah. Sepertinya.
Karepmu.
Jadi karepmunya kijpiye pak?
BalasHapus@hutakiw
Hapuskarepku ya ngikut karepmu wes,
pasrah :))
karepmu pisan wis
BalasHapus*nanti dibantah jadi marah...
@nengbiker
Hapusjustru skarang lg ga pengen marah walau dibantah XD
Semangat Om. Gapapa, cuek aja. :D
BalasHapusSemangat Om. Gapapa, cuek aja. :D
BalasHapuskenapa juga dua kali kan keseel
Hapushaha. siyaap
Hapus