Langsung ke konten utama

Penjaga rumah dan sang Profesor

Judul aslinya ya the housekeeper & the professor, judul di buku terjemahannya pun begitu, biar saja saya terjemahkan lagi judulnya, karena toh ini buku terjemahan.  Syukurnya buku ini semacam membuat napsu membaca saya terbakar lagi.

Entah darimana saya mendapatkan referensi tentang novel yang satu ini, yang jelas karya Yoko Ogawa ini membuat saya penasaran, terlebih setelah membaca keterangan di sampul bagian belakang bahwa buku ini telah terjual lebih dari 4 juta eksemplar di Jepang.  Wah.

Bagian awal cerita justru di awali dengan bagian yang sesungguhnya baru akan terjadi di seperempat cerita, jadi ada sedikit alur mundur.  Tapi itu menjelaskan bagaimana inti pertemuan antara profesor dan penjaga rumah, dan tokoh bernama Root, salah satu tokoh kunci di dalam cerita ini.

Tokoh utama yang tampil di cerita ini minimalis sekali, ada agen tenaga kerja, kaka ipar profesor, si penjaga Rumah dan Root.  Mungkin gara-gara sedikit tokoh itu membuat saya lebih konsentrasi dengan jalan cerita dan kejutan-kejutan alur di dalamnya.

Root, disebut begitu, karena bagian kepalanya menyerupai simbol akar dalam persamaan matematika.

Kebayang ngga kepala seseorang seperti itu hehe.  Dan gara-gara membaca rumus-rumus matematika, keajaiban bilangan prima kembar, deret angka faktorial, rumus Euler, -bahkan sampai menyinggung (kembali) teorema Fermat, sesuatu yang sebelumnya menarik perhatian saya di buku karya Stieg Larsson -, hadir di buku ini, sesuatu bernama matematika terasa menyenangkan.

Sungguh, seandainya saya membaca novel ini saat sekolah dasar atau menengah, mungkin saya makin penasaran dan cinta dengan pelajaran matematika.  Math digambarkan dengan sangat indah dan anggun,  persamaan-persamaan dan rahasia-rahasia serta sejarah angka ditulis dengan beda sehingga saya seakan-akan membaca puisi dalam bentuk lain.

Dan membaca dari awal, saya dibawa masuk ke dalam cerita, seakan-akan ruangan professor yang lama tak terawat, hadir di depan mata saya, tumpukan kertas hasil semacam kontes pemecahan soal matematika yang rumit. Siklus ingatan lelaki tua yang cuma 80 menit, juga semangatnya akan sesuatu yang terkait angka, dan tentu kejeniusannya.

Yang tak kalah menarik adalah, bagaimana menghubungkan keberadaan angka nol dengan kebijakan alam semesta, semua digambarkan tanpa ada usaha menggurui yang berlebihan.  Semua cuma menegaskan pada saya bahwa begitulah seharusnya dunia, yang damai dengan adanya angka 0.

Interaksi antar tokoh-tokoh utama dalam cerita ini juga jelas tak kalah menariknya, berusaha mengerti seseorang dengan ingatan singkat tidaklah mudah, membuatnya keluar dari dunianya sesekali pun, adalah sesuatu yang sangat sulit.  Justru bagian inilah yang sangat menarik.

Saya pikir cukup ini saja ulasan sekilas tentang buku bagus ini, kalau saya menggambarkan alurnya nanti tak bikin penasaran lagi. Dan walaupun ada beberapa bagian yang saya tak begitu mengerti, seperti cara permainan baseball yang selalu bikin mumet, padahal dulu pernah sok-sokan ikut latihan softball waktu kuliah, dan keluar dengan ikhlas karena ngga ngerti-ngerti cara mainnya, lah malah nostalgia.

Jadi begitulah, seperti petuah sang profesor: jangan malu berkata tidak tahu akan hal yang memang tidak kita ketahui.  Terakhir saran saya, jangan lupa memperhatikan halaman 161 dan 175, saya beberapa kali mengulangi membaca halaman itu karena bagus, sekali.

Saya jadi menunggu karya-karya Yoko Ogawa diterjemahin lagi.

Komentar

  1. Masukin wishlist deh.
    Ohya ada satu buku lagi yang juga membahas Teorema Fermat, tapi ini genre teenlit. Judulnya Teka-Teki Terakhir - Annisa Ihsani. Bacaan ringan aja sih... hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah nantilah kalo ketemu buku. mau liat versi teenlitnya gimana, suwun

      Hapus
  2. Jadi inget masih banyak novel yang masih berplastik toko di rak. Sudah lupa kapan terakhir kali review novel. Hiks. Aku pemalas.

    BalasHapus
    Balasan
    1. udah daripada nganggur sumbangin aja sini, utk hadiah kuis #lah

      Hapus
  3. Ini salah satu buku yang dijadiin pertanyaan kuis kemarin?

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rekomendasi Toko & Bengkel Sepeda di Jogja

Sejak 'mengenal' sepeda, beberapa kawan yang sangat mengerti anatomi, morfologi dan histologi sepeda, saya pun memberanikan diri memberi rekomendasi beberapa toko dan bengkel sepeda di Jogja yang harus disambangi dikala sepeda memerlukan perawatan dan penggantian suku cadang. Rekomendasi tempat-tempat ini berdasarkan pertimbangan: harga, kelengkapan ketersediaan suku cadang, hasil seting sepeda dan pengalaman empunya bengkel.  Juga pengalaman beberapa kawan saat membeli spare part ataupun memperbaiki sepedanya.  Rata-rata setiap toko atau tempat yang menyediakan sepeda dan suku cadangnya juga menyediakan tempat dan tenaga untuk seting dan reparasi, tapi tak semua hasilnya bagus.   Bengkel sepeda Rofi (Rahul Bike) ,  pemiliknya adalah teman saya di komunitas sepeda Federal , tapi menurut sejarah awalnya justru beliau akrab dengan sepeda-sepeda keluaran baru.  Hasil seting sepeda mas Rofi ini sudah sangat dapat dipertanggungjawabkan, hal ini bisa ...

Review Sepatu Brodo Active Krakatau

Bikin review singkat gini, gara-gara sejak rilis awal Agustus tadi, sampai sekarang belum ada yang ngebahas tentang produk sepatu lari lokal ini. Heran.   Bahkan produsennya sendiri ga ada bikin reviewnya sama-sekali.  Makin heran. Karena aku ga bisa bikin vlog, padahal maunya gitu kaya orang-orang;  Maka bikin review singkat di sini aja deh. Aku termasuk penggemar produk sepatu dari Brodo.  Dulunya suka sama produk sepatu kulitnya, terutama seri Signore.  Sepatunya rapi, sederhana dan nyaman dipakai.  Tapi seri terakhirnya terasa kurang menyenangkan, kulitnya tak sebagus produk awalnya.  Beda dan kurang pas di kaki. Sampai akhirnya membeli Brodo seri Active. Active Sprint namanya. Full black.  Bagus ini, dipakai sehari-hari, untuk jalan bahkan untuk lari pun cukup nyaman. Lalu saat mulai menyukai olahraga lari, membeli seri Active Inizio. Ini lebih nyaman daripada Sprint.  Menariknya juga nyaman dipakai untuk sehari-hari, jalan kaki maupun l...

berlari untuk apa?

. ada kawan yang menyempatkan berlari setiap hari sedari entah berapa tahun silam, ada juga kawan yang punya target berlari 100 km per bulan.  awalnya aku mencoba berlari setiap hari, walau biasanya hanya di kisaran 3 km saja.  lama-lama, tentu saja ku yang cukup pemalas ini akhirnya hanya mampu bertahan 'kup rajin' selama kurleb sebulan dan akhirnya tergoda untuk rehat sehari dengan alasan masuk angin campur sakit kepala. aku ambil tengahnya saja lah, target 100 km sebulan tampaknya tak terlalu berat sekarang, setelah menelan beberapa teori tentang berlari dan memperbaiki form berlari dengan cara sesekali lari pakai sendal barefoot.   Tentu saja aku masih pula bersepeda sesekali, seperti hari ini, saat anak-anak sudah menyelesaikan minggu ujiannya, jadinya tak ada yang perlu diantar pagi-pagi hari. anehnya ya, sejak cukup intens berlari, napsu makanku malah bertambah, suka laporan, jadi aja malah naik sekitar 3 kiloan dibanding sebelum rajin pelarian, warbyasa sekali sem...